Cegah Klaster Perkantoran, Disnakertrans DKI Tetapkan Sanksi Tegas
Pemprov DKI Jakarta menetapkan sejumlah aturan dan sanksi tegas bagi perkantoran yang melanggar dan tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Kasus positif COVID-19 di perkantoran sempat menjadi sorotan lantaran angkanya terus merangkak naik. Namun, saat ini kasusnya semakin menurun, setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan sejumlah aturan dilengkapi sanksi tegas bagi perkantoran yang melanggar dan tidak disiplin menjalankan protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, hingga akhir Oktober 2020, jumlah kasus positif di perkantoran sebanyak 5.790 kasus atau 6,2 % dari total kasus di Jakarta, dengan jumlah klaster sebanyak 767.
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta juga telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Nomor 2714 Tahun 2020 tentang Protokol Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Perkantoran Swasta, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Tempat Kerja untuk terus menekan dan mencegah munculnya kasus baru di perkantoran.
Kepala Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta, Andri Yansyah, mengatakan, selain berisi aturan atau protokol kesehatan yang harus diterapkan di perkantoran, SK tersebut juga memuat sejumlah sanksi bagi pihak perkantoran yang melanggar aturan.
“Kami terapkan sanksi tegas bagi siapapun yang melanggar. Ada sanksi penutupan, ada sanksi denda administratif,” ujarnya pada Senin (2/11/2020).
Lebih lanjut, Andri menyebut, sanksi yang diberikan merujuk pada Pasal 8 Ayat 5, 6 dan 7 Peraturan Gubernur Nomor 101 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.
Pertama, pada Ayat 5 tertulis perusahaan, kantor, atau industri akan ditutup sementara selama 3 x 24 jam apabila tidak melaksanakan perlindungan kesehatan seperti yang tercantum dalam SK Dinaskertrans Provinsi DKI Jakarta.
“Mereka yang dikenai sanksi, yakni pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran, tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis atau tempat wisata,” katanya.
Kedua, pada Ayat 6, sanksi administratif berupa denda diberikan apabila perusahaan mengulang pelanggaran serupa. Pelanggaran berulang satu kali akan dikenakan denda administratif sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Pelanggaran berulang dua kali akan dikenakan denda administratif sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). Sedangkan, pelanggaran berulang tiga kali akan dikenakan denda administratif sebesar Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).
"Jika setiap pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran, tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis atau tempat wisata tidak memenuhi kewajiban pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 6 dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja, maka dilakukan penutupan sementara sampai dilaksanakan pemenuhan pembayaran denda administratif," imbuhnya.
Kedisiplinan perusahaan menerapkan protokol kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Begitu menurut Herman Iskandarsyah, salah seorang pegawai perkantoran di Bilangan Senayan. Ia beranggapan, kedisiplinan perusahaan menjalankan protokol kesehatan akan berpengaruh pada produktivitas perusahaan itu sendiri.
"Contohnya begini saja, kalau ada perusahaan yang masih bandel mewajibkan seluruh pegawai bekerja di kantor, kalau ada yang positif, maka kantor tersebut harus tutup, jadinya justru nggak produktif," ujarnya.
Ia menyarankan agar jajaran Pemprov DKI Jakarta rutin dalam melakukan sidak ke berbagai perkantoran untuk memastikan dan menindak tegas mereka yang masih tidak mematuhi aturan yang ada, terutama dalam jumlah pekerja yang diharuskan ke kantor oleh perusahaan.
"Sanksi yang ditetapkan saat ini sudah baik. Menurut saya, perlu dibarengi dengan sidak yang rutin juga ke kantor-kantor. Masalah masker dan hand sanitizer masih pada patuh, tapi soal kapasitas pekerja maksimal 50 persen di kantor itu saya yakin masih banyak yang langgar. Yang seperti itu harus diberi sanksi tegas," pungkasnya. (*)