Indonesia Butuh Hukum Nasional yang Harmonis Sinergis, Komprehensif, dan Dinamis
Salah satunya adalah dengan merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah bersama DPR.
Editor: Content Writer
“Kalau kebebasan berpendapat tidak dibatasi, maka orang boleh menghina siapa saja, orang boleh menyebarkan berita bohong kemana saja, ini bahaya sekali, lalu pornografi juga boleh tersebar kemana saja karena itu merupakan kebebasan berekspresi juga. Nah, ini yang kemudian kita cegah dengan membuat aturan-aturan,” jelasnya.
Namun Ia menggarisbawahi jika aturan tersebut tidak berarti membatasi kebebasan pers karena tidak ada pengaturan tindak pidana baru dalam RUU KUHP yang secara khusus ditujukan ke pers.
Pada kesempatan tersebut Harkristuti juga menegaskan pasal penghinaan Presiden dalam RUU KUHP bukan menghidupkan kembali Pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden yang telah dianulir Mahkamah Konstitusi (MK). Namun justru mengacu pada pertimbangan dan Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 mengenai Pasal 207 KUHP yang menyatakan bahwa dalam hal penghinaan ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden selaku pejabat, tetap bisa dituntut dengan Pasal Penghinaan Terhadap Penguasa Umum tapi sebagai delik aduan.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI), Yenti Garnasih berpendapat bahwa tujuan hukum pidana sejak awal adalah untuk melindungi kepentingan negara, masyarakat, dan individu.
“Ini penting sekali ada di dalam asas-asasnya. Jangan juga kita mengatakan kenapa hukum mesti harus masuk ke kamar tidur kita? Di kamar tidur itu ada perkosaan, kohabitasi, dan ada yang lain-lain. Meskipun dirinya tidak merasa dirugikan, tidak ada yang dirugikan pribadinya, tetapi bagaimana dengan nilai dalam masyarakat?,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa Indonesia sudah merdeka sejak 77 tahun lalu tetapi masih belum punya KUHP. Ia pun berharap pemerintah, eksekutif, dan legislatif untuk memikirkan masalah KUHP ini.
“Memang BBM, listrik, dan ekonomi itu penting, tetapi semua pembangunan-pembangunan itu kalau ada pelanggaran-pelanggaran pidana, memerlukan penegakan hukum pidana, memerlukan kualifikasi-kualifikasi tindak pidana yang masih relevan untuk Indonesia yang sudah merdeka,” tegasnya.
Acara “Dialog Publik RUU KUHP” turut melibatkan perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok pemuka agama, Aparat Penegak Hukum, Organisasi Masyarakat, akademisi, serta Badan Eksekutif Mahasiswa di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.
Acara dialog yang diadakan oleh Kementerian Kominfo itu berlangsung juga secara daring melalui aplikasi Zoom dan dapat disaksikan ulang melalui kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo. (TR/Vira)
Untuk Informasi lebih lanjut, silakan menghubungi kontak Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Usman Kansong (0816785320). Dapatkan juga informasi lainnya di http://infopublik.id.