Konservasi Penyu Terancam Tingginya Permintaan Ekspor
Konservasi berhasil menyelamatkan 50 persen telur penyu. Tapi tingginya permintaan ekspor jadi ancaman.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS, JAKARTA
Usaha konservasi yang dilakukan sejumlah pihak berhasil menyelamatkan 50 persen total tukik (anak penyu) yang menetas.
Ini merupakan keberhasilan upaya konservasi di Indonesia yang sudah dilakukan hampir selama 4 dekade ini.
"Sayangnya untuk data kuantitatif populasi penyu saat ini belum bisa dihasilkan, karena informasi mengenai seluruh habitat peneluran penyu belum dimiliki oleh Indonesia," tutur Dr. Ida Bagus Windia Adnyana, Pimpinan Program Studi Penyu di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, dalam Simposium Menakar Keberhasilan Program Konservasi Penyu Laut di Indonesia di Lombok, Nusa Tenggara Barat (21/10/2012).
Ditambahkannya, konservasi adalah tindakan budaya, karena itu harus bisa diterima bila setiap lokasi melakukan upaya konservasi secara berbeda-beda.
Wawan Ridwan, Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF-Indonesia menyatakan, ancaman terhadap penyu masih seperti dulu, perdagangan daging dan telur masih ada, ditambah dengan munculnya permintaan plastron untuk pasar internasional.
Dengan beragamnya ancaman ini, kegiatan konservasi tidak cukup dilakukan seadanya, diperlukan adaptasi strategi. Ancaman dari luar kawasan, seperti perdagangan plastron internasional, tidak bisa ditangani hanya kegiatan penegakan hukum setempat, tetapi harus lewat berbagai inisiatif regional dan internasional.
Ada pula ancaman dari praktek perikanan yang sering menyebabkan tangkapan sampingan. Dalam upaya mitigasi tangkapan sampingan ini tampak jelas keberhasilan upaya konservasi penyu, karena jumlah tangkapan sampingan penyu yang bisa dilepaskan dalam keadaan hidup mencapai 98 persen pada perikanan tuna longline yang menggunakan pancing lingkar.
Ancaman dari predator masih ada, juga konflik kepemilikan lahan dan dari perubahan iklim, misalnya banyaknya telur yang tidak menetas karena infertilitas dan abrasi.
Di banyak tempat, khususnya di kawasan Sunda Kecil (Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan NTB) mulai mengembangkan inisiatif pariwisata berbasis penyu. Ada peluang konservasi disana, tapi diperlukan suatu kebijakan, petunjuk teknis dan pelaksanaan yang relevan dengan kebutuhan biologi penyu laut agar pelaksanaan wisata berbasis penyu dapat memberi lebih banyak manfaat ketimbang kerugian.
Dalam simposium ini terkumpul data dari 10 situs peneluran terbesar di Indonesia, juga diketahui bahwa di seluruh lokasi tersebut 100 persen telur bisa diamankan dari pencurian, juga ancaman dari predator dan alam bisa diminimalisir.
Simposium diselenggarakan oleh Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKJI KKP) bekerjasama dengan WWF-Indonesia. Simposium ini mengumpulkan praktisi dari seluruh penjuru Indonesia, dan akan menghasilkan data populasi penyu nasional. Saya sangat menghargai seluruh peserta simposium, dan setelah simposium ini akan dibentuk jejaring konservasi penyu Indonesia," ujar Toni. (Eko Sutriyanto)
Baca artikel menarik lainnya
- Chrome Open Spaces Awasi Konten Berbau SARA 13 menit lalu
- Yuk Berkreasi di Ruang Tidur yang Sempit 1 jam lalu
- Kalau Dicolek Tak Respon, Bayi Anda Mungkin Depresi 4 jam lalu
- Kain Jumputan Tak Kalah Menarik Dengan Batik dan Tenun 5 jam lalu
- Funny Face Cup Cake Bikin Anak Jatuh Cinta 8 jam lalu
- Edisi Panamera Platinum Meluncur Akhir November 11 jam lalu
- Ini Risiko Jika Anak Bermasalah Urusan Makan Senin, 22 Oktober 2012
- Bayi MAW Meninggal karena Imunisasi? Ini Penjelasannya Senin, 22 Oktober 2012