Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Berburu Piringan Hitam dan Alat Pemutarnya di Bandung

Sebuah toko musik di daerah Dipati Ukur ternyata masih menjual kaset-kaset bekas serta piringan hitam.

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Berburu Piringan Hitam dan Alat Pemutarnya di Bandung
KOMPAS.COM/DHANANG DAVID ARITONANG
Piringan hitam dan alat pemutarnya yang dijual di DU68, Bandung, Jawa Barat. 

Tribunnews.com - Mungkin anda pernah mendengar nama-nama besar seperti, The Beatles, Rolling Stones, atau Simon and Art Garfunkel? Atau nama-nama seperti Guruh Gipsy, Koes Plus, serta Dara Puspita? Musisi-musisi ini sempat terkenal di era piringan hitam.

Sebagian dari orangtua anda mungkin masih mengoleksi beberapa  piringan hitam hingga sekarang. Bagaimana jika weekend ini, anda mengajak orangtua anda untuk melengkapi koleksi piringan hitam sekaligus bernostalgia dengan tembang-tembang kenangan?

Sebuah toko musik di daerah Dipati Ukur ternyata masih menjual kaset-kaset bekas serta piringan hitam. Toko musik tersebut bernama DU 68, lokasinya tepat di seberang pom bensin Dipati Ukur, Bandung, Jawa Barat. “Koleksi piringan hitam di sini sudah mencapai ribuan keping,” kata pemilik DU68, Irham Vickry.

Toko musik ini masih menjual piringan hitam, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Menurut Irham, sebagian besar pembeli piringan hitam di tokonya berasal dari komunitas pecinta musik lama. Umumnya, mereka datang ke sana untuk membeli atau sekadar berkumpul dan saling memamerkan koleksi pringan hitam yang mereka punya.

“Kolektor lebih suka mendengar musik dari piringan hitam karena kualitas suara yang dihasilkan oleh piringan hitam ini lebih baik dibandingkan suara-suara musik digital,” tutur Irham.

Sistem perekamannya yang masih bersifat analog serta tanpa campur tangan komputer membuat hasil rekaman menjadi sangat nyata, seakan-akan musisi tersebut hadir di tengah-tengah pendengar. Rata-rata kolektor yang datang ke DU68 mencari piringan hitam artis-artis Indonesia era 70’an hingga 80’an.

“Piringan hitam dari Indonesia itu lebih langka dibandingkan piringan-piringan hitam dari barat,” tutur Irham.

Berita Rekomendasi

Irham menjelaskan tentang sejarah industri musik di era 70-an. Kurangnya label rekaman di Indonesia kala itu, membuat jumlah piringan hitam yang dicetak hanya sedikit. Di era 60 sampai 80-an hanya beberapa label yang mencetak piringan hitam, seperti Remaco, Lokananta, dan Musika.

Selain menjual piringan hitam, toko musik DU68 juga menjual alat pemutarnya. Untuk sekeping piringan hitam, harganya bisa mencapai Rp 50.000 – Rp 200.000. Untuk alat pemutarnya, harganya bisa mencapai Rp 300.000 hingga Rp 500.000, tergantung kondisi alat tersebut. Mendengarkan lagu-lagu dari piringan hitam, sambil bersenandung tembang kenangan bisa menjadi kegiatan yang tepat untuk mengisi waktu luang orangtua anda.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas