Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Cerita Amalia Prabowo, Ibu yang Berdamai Dengan Sang Putra yang Mengalami Disleksia

Bukan hal yang mudah bagi seorang ibu, berdamai dengan kenyataan bahwa anaknya tak memiliki karir akademik.

Penulis: Nurul Hanna
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Cerita Amalia Prabowo, Ibu yang Berdamai Dengan Sang Putra yang Mengalami Disleksia
istimewa
Amalia Sucilowati Probowo, ibunda dari Aqillurachman Prabowo, anak dengan gangguan baca dan tulis (Disleksia). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurul Hanna

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bukan hal yang mudah bagi seorang ibu, berdamai dengan kenyataan bahwa anaknya tak memiliki karir akademik.

Apalagi sang ibu adalah wanita cerdas yang tumbuh dengan latar belakang pendidikan tinggi.

Amalia Susilowati Prabowo mengakui dirinya mengalami hal itu.

"Dari kecil keluarga kami memandang segalanya dari sisi akademik. Ayah mengarahkan bahwa patokan keberhasilan ya nilai akademik," kata Amalia saat ditemui di media screening Film Wonderful Life di XXI Senayan City, Senin (11/10/2016) lalu.

Kehidupan Amalia tak lepas dari cairan antiseptik yang selalu dipakainya. Sejak kecil, ia selalu diatur untuk fokus ke kegiatan sekolah.

"Saya selalu pakai antiseptik, saya baru naik angkutan umum tuh umur 43 tahun. Dari kecil disterilkan oleh ayah saya, pokoknya utamakan akademik," ucap Amalia tegas.

BERITA TERKAIT

Hidup Amalia berubah ketika mengetahui putra sulungnya, Aqillurachman Prabowo, mengidap gangguan Disleksia, Disgrafia dan Diskalkulia sekaligus.

Tiga gangguan tersebut membuat Aqil tak bisa mengikuti pelajaran akademik.

"Ternyata, ketika punya anak yang tidak punya karir akademik itu hancur lho. Hancur sekali itu," ujar Amalia.

Terlebih, saat harus menghadapi pertanyaan keluarga besar dan rekan-rekannya. Seperti anak pada umumnya, Aqil akan ditanya soal peringkat di sekolah.

"Kalau kita ketemu keluarga pertanyaannya kamu kelas berapa kamu masuk ranking nggak? Itu hal yang berat juga," ucap wanita lulusan Universitas Gajah Mada ini.

Butuh waktu dua tahun bagi Amalia untuk menerima kondisi Aqil. Sebab, sejak Amalia kecil tidak ada wacana lain yang ditanamkan orangtuanya selain nilai akademis.

"Saya butuh dua tahun untuk menerima Aqil seperti ini, dan menghargai bahwa prestasi itu bisa non akademik," tutur Amalia.

Aqil yang kini duduk di bangku kelas 7 National High Jakarta School memang menonjol di bidang seni rupa.

Menggambar menjadi terapi Aqil. Selain lebih mudah menangkap informasi dengan gambar, rutinitas Aqil juga tidak boleh putus.

"Aqil nggak boleh berhenti kebiasaannya. Menggambar pun Aqil punya waktu khusus. Misalnya hari ini jamnya dia sekolah, tapi dia justru mengikuti kegiatan lain dia langsung bingung. Dia juga nggak bisa ngafalin hari, dan nggak tahu dua hari lagi itu kapan," cerita Amalia.

Sang ibu lah yang akhirnya menguatkan Amalia, untuk akhirnya bangkit dan berdamai dengan kondisi Aqil.

"Ibu saya kuat, kakak saya luar biasa kuat. Jadi ketika ada anak yang berkebutuhan khusus maka yang harus bersiap-siap adalah keluarga besarnnya untuk memberi dukungan," tandas Amalia.

Kini, wanita yang bekerja sebagai CEO di Havas Worldwide Jakarta ini menemani Aqil untuk pergi hiking setiap Minggu. Hiking lah yang membantu Aqil memperpanjang konsentrasi.

"Aqil memang harus menjalani hiking setiap minggu agar memperpanjang konsentrasi dia. Kalau kita terlalu sibuk dia akan bilang nggak bisa mikir, baterainya sudah lemot," ujar Amalia.

Kisahnya ini kemudian dituangkan dalam buku dan film Wonderful Life. Filmnya akan tayang serantak di bioskop tanah ir, Kamis (13/10/2016).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas