LGBT Kian Marak, Kak Seto: Itu Bentuk Kejahatan Seksual yang Sangat Keji Pada Anak
- Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi menyoroti tentang makin gencarnya kampanye Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT).
Editor: Anita K Wardhani
Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) memiliki sejumlah pengalaman disertakan Polri untuk menyoroti serta menangani masalah serius yang satu ini.
Menurutnya, kejahatan itulah yang kendati tidak membuat anak kesakitan akibat luka badan, namun telah merusak anak secara psikis dan seksual untuk jangka panjang.
Kekejian itulah yang seyogianya juga terbayangkan oleh kita semua, bahkan kita sepakati bersama sebagai salah satu bentuk kejahatan seksual terhadap anak.
Kalangan lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) mengampanyekan orientasi seksual menyimpang mereka secara masif, terorganisasi dan penuh strategi.
Kejahatan sedemikian rupa tentu tidak bisa hanya diredam dengan pendekatan hit and run belaka.
Memerlukan napas panjang untuk dapat bertarung melawan kampanye gaya hidup LGBT.
Namun sayang, betapa pun kita sudah satu suara bahwa kampanye orientasi seksual menyimpang adalah marabahaya, tapi mari kita tengok masing-masing ini: Seberapa sering mimbar di rumah-rumah ibadah mengingatkan umat beragama tentang kengerian ini?
Seberapa gencar forum-forum kepengasuhan mengingatkan para ayah dan bunda akan kerusakan ini?
Seberapa berani masyarakat dan otoritas penegakan hukum bekerja terpadu mencegah maupun menghentikan kegiatan-kegiatan yang memuat kampanye LGBT?
Padahal, sebagai sebuah pergerakan berskala lintas negara, kelompok-kelompok LGBT di Tanah Air juga akan menyasar anak-anak sebagai incaran dalam rangka perluasan jumlah komunitas mereka.
Inti kampanye mereka adalah menyimpangkan persepsi khalayak luas bahwa sejak usia sangat belia pun anak-anak sudah dapat memiliki kecenderungan ketertarikan seksual terhadap sesama jenis kelamin.
Dan karena anak-anak adalah manusia yang bersih dari dosa, maka bertumbuh kembangnya kecenderungan sedari dini tersebut akan dikatakan sebagai kondisi yang normal belaka.
Atas dasar itulah, maka mari sekali lagi kita dudukkan perilaku manusia dalam bingkai pemahaman yang lebih jernih.
Psikologi berteori, perilaku adalah hasil interaksi antara faktor bawaan (disposisi, genetik) dan faktor lingkungan (termasuk belajar sosial). Selanjutnya, pondasi berpikir ini dipakai untuk mencermati fenomena kaum homoseksual, sekaligus menimbang-nimbang apa yang sepatutnya dikenakan terhadap mereka.