Leny Rafael dan Mellisa Arivienna Populerkan Wastra Nusantara ke Belanda
Dilatarbelakangi oleh kekayaan Wastra Nusantara dan adat istiadat dari berbagai suku di Indonesia, 8 Perancang
Penulis: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dilatarbelakangi oleh kekayaan Wastra Nusantara dan adat istiadat dari berbagai suku di Indonesia, 8 Perancang busana Populerkan Wastra adati ke negeri Kincir Angin, Belanda. Mereka adalah Leny Rafael, Adelina Willy Suryani, Rizki Permatasari, Lala Gozali, Dwi Lestari Kartika, Gita Orlin, Mellisa Ariviena, Putri Sakralani Zalifa yang tergabung dalam Komunitas Pelangi Wastra Indonesia.
Ke 8 desainer ini mengangkat kain tenun dan batik adati ke Belanda melalui pergelaran busana "The Modest Heritage of Indonesia", yang berlangsung 7 Desember 2018 di gedung Museon, Den Haag.
Kali ini desainer Leny Rafael membawa 8 rancangannya bertemakan "The Mystical Charm of Badui Weaving". Karyanya terinspirasi dari kesederhanaan kain tenun Baduy yang dipadupadankan dengan konsep desainnya nan glamour.
Menurut Leny Rafael kain tradisional Suku Baduy selalu digunakan dalam pembuatan baju adat. Terlebih lagi jika menyangkut dengan Suku Baduy Dalam yang masih memegang teguh aturan adat. Pakaian harus terbuat dari kapas dan tidak boleh menggunakan mesin jahit dalam pembuatannya. Untuk warna lebih dominan ke putih.
Sedangkan bagi masyarakat Baduy Luar, kain berwarna hitam dan biru tua menjadi warna yang sering dipakai. Untuk kaum perempuan kain digunakan dalam membuat baju adat yang memiliki bentuk menyerupai kebaya.
"Kain tenun Suku Baduy tidak hanya diperuntukan bagi pakaian adat saja. Majunya pariwisita di Baduy Luar dimanfaatkan para penduduk sekitar untuk menjual kain kepada wisatawan yang datang berkunjung ke Baduy," tutur Leny Rafael usai mempresentasikan karyanya di Fat Shogun Restaurant Menara BTPN, Mega Kuningan. Jakarta, Minggu (2/12/2018).
Berbeda dengan karya Mellisa Arivienna yang membawa kain batik bertema "A Touch of Heritage". Tema ini mengangkat batik dengan motif bernama Burung Enggang. Motif ini sekaligus mempopulerkan salah satu burung khas Kalimantan yang nyaris punah. Enggang adalah salah satu burung langka yang dilindungi di Indonesia. Binatang yang lebih dikenal sebagai rangkong ini konon disakralkan oleh suku Dayak.
"Masyarakat Dayak menempatkan burung enggang layaknya menghormati pencipta. Hampir keseluruhan bagian tubuh enggang selalu disimbolkan dalam benda yang digunakan dalam keseharian masyarakat Dayak," kata Mellisa.
Keberangkatan delapan desainer Pelangi Wastra Nusantara didukung oleh sekolah mode Sparks Fashion Academy (SFA). Floery Dwi Mustika, Founder SFA merasa bangga bisa mendukung kegiatan Pelangi Wastra Nusantara yang mempromosikan Fashion Indonesia ke dunia Internasional.
"Niat kami sama, membentuk ekosistem fashion Indonesia agar bisa menjadi tuan di negeri sendiri, hingga akhirnya memiliki pengaruh di dunia internasional" tutur Floery Dwi Mustika.