Serunya Acara Ngopi Bareng Komunitas Kopi dan Penumpang Kereta di Stasiun Gambir
Di acara ngobrol ringan ini, Kasih Hanggoro menceritakan pengalamannya 'menemukan' kopi asli Indonesia dengan citarasa unik yang dari Pengunungan Poso
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Minum kopi kini makin menjadi kuat di kalangan milenial Indonesia. Di banyak sudut kota di Tanah Air termasuk Jakarta, kini bisa dengan mudah ditemukan kedai-kedai kopi. Dari yang berkelas cafe sampai kedai kopi tradisional yang menyediakan kopi enak.
Sudah selayaknya tren ini terus dirawat dan ditumbuhkan karena faktanya Indonesia memiliki ribuan jenis kopi dengan citarasa istimewa yang layak dinikmati oleh siapa saja.
Bagian dari upaya merawat dan memperbesar tradisi menikmati kopi ini, PT Kereta Api Indonesia (KAI) bersama Komunitas Kopi Nusantara dan Specialty Coffee Asssociation of Indonesia (SCAI) menggelar kegiatan 'Ngopi Bareng KAI'.
Sebagai salah satu event tahunan, untuk tahun 2019 ini, rangkaian kegiatan kegiatan 'Ngopi Bareng KAI' digelar selama dua hari pada 11 dan 12 Maret 2019. Pembukaan kegiatan ini dilakukan di Stasiun LRT Bumi Sriwijaya, Palembang, disusul dengan acara Ngopi Bareng di 40 kereta api dan 20 stasiun kota dengan melibatkan tidak kurang dari 200 barista.
Memeriahkan kegiatan ini, di beberapa stasiun kereta juga digelar live musik, art show, door prize dan acara ngobrol ringan seputar kopi yang diselenggarakan di beberapa stasiun.
Puncaknya, sekaligus penutup dari seluruh rangkaian acara ini, digelar kegiatan Ngopi Bareng KAI yang diisi dengan acara konser musik, dan ngobrol seputar kopi dengan memanfaatkan area ruang tunggu penumpang di lantai dasar Stasiun Gambir, Selasa (12/3/2019) malam.
Dirut PT KAI Edi Sukmoro hadir di acara ini bersama Wakil Ketua Bidang Pendidikan Komunitas Kopi Nusantara Kasih Hanggoro dan Tuti H Mochtar serta Ketua Specialty Coffee Asssociation of Indonesia (SCAI).
Di acara ngobrol ringan ini, Kasih Hanggoro menceritakan pengalamannya 'menemukan' kopi asli Indonesia dengan citarasa unik yang dari kebun kopi rakyat di pegunungan Poso.
Kopi jenis robusta ini sepenuhnya dihasilkan dari perkebunan rakyat dan oleh Kasih Hanggoro kemudian diberikan branding Kopi Napu.
"Jika rasa kopi robusta umumnya memiliki rasa yang keras, citarasa kopi Napu ini sedikit lebih lembut. Di kalangan komunitas kopi, kopi yang ditanam secara organik ini disebut dengan istilah Fine Robusta," ungkapnya.
Dia menjelaskan, Kopi Napu yang ditanam melalui teknik perkebunan organik memiliki 4 varian. Yakni, varian Watutau yang ditanam pada 1.600m dpl; Kalemago yang ditanam pada 1.400m dpl; Mekarsari yang ditanam pada 1.200m dpl; dan Bumi Banyusari yang ditanam pada 1.100 dpl.
Baca: Saham Boeing Langsung Ambles Begitu Sejumlah Negara Eropa Larang Terbangkan 737 Max Series
"Cita rasanya menjadi unik karena pada ketinggian ini umumnya tumbuh kopi jenis arabica," jelasnya.
Dia menyebutkan, nama varian kopi ini diambil dari nama desa dimana kopi tersebut ditanam di kawasan perkebunan kopi rakyat di Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. "Kopi Napu ini sekarang kami jadikan souvenir andalan Universitas Budi Luhur kepada tamu-tamu manca negara," tutur Kasih Hanggoro yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti, ini bangga.
Untuk membantu meningkatkan kualitas kopi Napu yang ditanam petani di Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, baru-baru ini pihaknya mengirimkan tenaga ahli ke sana dan memberikan wawasan tentang teknik perawatan tanaman kopi, pemanenan sampai tahapan pasca panen.
"Karena dihasilkan dari perkebunan rakyat, Kopi Napu ini volume produksinya tidak bisa besar," ungkap Kasih Hanggoro dalam obrolan ringan dengan Tribunnews.
Dia menegaskan, saat ini dan ke depan, penyebarluasan pendidikan tentang kopi harus terus digalakkan. "Agar masyarakat Indonesia mengenal bahwa kita memiliki ribuan coffee specialties yang rasanya unik dan enak. KIta harus juga bisa menikmatinya. Jangan semuanya dijual ke pasar luar negeri," tandasnya.
Pendidikan tentang kopi yang benar itu menurutnya mencakup pelibatan petani, roastery, warung kopi, barista, industri terkait, hingga konsumennya.
Dia menilai, budaya menanam kopi di Indonesia saat ini masih kurang diminati. Petani harus dididik untuk menghasilkan kopi yang berkualitas, agar harga jual tinggi sehingga petani kopi makmur.
"Roastery harus kita didik teknik mengolah kopi sehingga tetap pada rasa yang sesungguhnya. Barista harus dididik dalam seni menyajikan kopi, hingga masyarakat harus kita beri pengetahuan bahwa kopi brand luar itu biji kopinya berasal dari Nusantara ini," sebutnya.
Sementara, pengusaha sebagai pemilik modal dan akses pasar, juga menjalankan tugas mem-branding kopi-kopi agar tidak kalah dengan brand luar. “Salah satu cara mendidik masyarakat secara fun ya dengan event Ngopi bareng KAI ini,” ujarnya.