Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Bagaimana Menjadikan Anak Disiplin Tanpa Harus Marah dan Main Tangan?

Orang tua pengin anaknya hidup disiplin. Maka, biasanya mereka membiasakan banyak hal kepada anak sejak kecil untuk menjadi seperti itu.

Editor: Willem Jonata
zoom-in Bagaimana Menjadikan Anak Disiplin Tanpa Harus Marah dan Main Tangan?
GRID.ID/ISTOCK
Jika orang tua memukul anak, mereka akan membuat anak-anak tersebut nantinya menjadi orang yang kasar terhadap pasangan mereka di masa depan. 

TRIBUNNEWS.COM - Orang tua pengin anaknya hidup disiplin. Maka, biasanya mereka membiasakan banyak hal kepada anak sejak kecil untuk menjadi seperti itu.

Anak yang disiplin biasanya mandiri, cerdas, pandai mengatur waktu, dan lainnya. Yang jadi soal, mendisiplinkan anak bukan perkara mudah.

Betapa banyak orangtua yang merasa sudah mendisiplinkan anak, tapi hasilnya berujung pada kekecewaan.

Anak tetap tak taat aturan, senang mengulur-ulur waktu, dan sebagainya.

Bahkan, ada sebagian orangtua yang teriak, marah-marah, bahkan memberikan hukuman keras dengan harapan anaknya bisa disiplin.

Baca: Maya Septha Pantang Labeli Buah Hatinya sebagai Anak Nakal

Apakah hal itu berhasil? Boleh jadi kelihatannya iya, tapi kenyataannya dalam jangka panjang, semua itu hanya memberikan dampak jangka pendek.

Anak disiplin karena takut dengan orangtua atau hukuman yang diberikan, bukan karena disiplin itu perlu dilakukan untuk kebaikan anak.

Baca: Raffi Ahmad Totalitas Dalam Kerja, Vicky Prasetyo Sarankan Istirahat

Berita Rekomendasi

Bila Kamu mengalami kesulitan dalam mendisiplinkan anak, mengapa tidak mencoba 8 langkah mudah disiplinkan anak berikut ini:

1. Jangan sekali-kali menggunakan kekerasan, baik yang menimbulkan luka maupun yang tidak seperti memukul pantat anak, menampar, mencubit, mengguncangkan badan, dan lain-lain.

Orangtua memarahi anak karena si kecil berani mencuri.
Orangtua memarahi anak karena si kecil berani mencuri. (Dokumentasi)

Juga tak boleh menyerang secara verbal terhadap anak sehingga menimbulkan bahaya psikologis, seperti memaki anak dengan kata-kata yang tidak pantas, memanggil anak dengan nama panggilan negatif, memberikan label buruk, dan lain-lain.

2. Hindari penerapan disiplin berupa penarikan kasih sayang seperti berbagai bentuk pengabaian, mengisolasi, menunjukkan rasa tidak suka pada anak, dan lain-lain.

Ini akan berakibat buruk bagi perkembangan harga diri serta pembentukan rasa aman anak akan pemenuhan kasih sayang.

3. Berikan penguatan dan konsekuensi yang wajar.

Penguatan (reward) dapat diberikan kepada anak jika ia menunjukkan perilaku positif yang diharapkan.

Anak pun harus mendapat kesan bahwa reward merupakan suatu yang istimewa.

Oleh karena itu, tetapkan target disiplin yang harus ia lakukan selama beberapa waktu ke depan.

Konsekuensi bisa diberikan jika anak melakukan pelanggaran dari aturan yang telah diterapkan dan dijelaskan.

Terapkan secara privat (tidak di depan orang lain).

Mengapa? Konsekuensi ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, bukan untuk menciptakan rasa bersalah.

Pastinya konsekuensi tersebut harus disertai penjelasan alasannya.

4. Mulailah dari perilaku yang mudah, sesuaikan dengan usia anak.

Misalnya, waktu bangun, waktu tidur, belajar dan rutinitas sehari-hari lainnya.

5. Untuk tahap awal, berikan penghargaan dan konsekuansi segera setelah anak melakukan perilaku yang diharapkan, sehingga ia menyadari apresiasi ini adalah akibat dari perbuatannya.

6. Jadikan latihan disiplin sebagai budaya bersama seisi rumah, sehingga anak tidak merasa melakukannya sendirian.

7. Bila anak masih melanggar atau melakukan kesalahan, tidak perlu berteriak untuk mengingatkannya. Cukup contohkan bagaimana seharusnya.

Misal, anak tidak mau belajar di jam belajar, cukup temani membaca buku atau mengulang pelajaran yang harusnya dilakukan.

Jadikan jam belajar sebagai kegiatan bersama, orangtua membaca buku/majalah/koran untuk menemani anak belajar.

8. Lakukan pendekatan yang sistematis dan kreatif agar anak bisa memperkuat dirinya dengan cara memperbaiki kesalahannya.

Bagaimana melakukan pendekatan itu? Sebagai langkah awal anak harus memahami terlebih dahulu nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya.

Misal, kejujuran dan penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain.

Selanjutnya, nilai-nilai yang dianut tersebut dijadikan sebagai sarana untuk memperbaiki kesalahan dan memperkuat pribadi.

Dengan begitu, anak disiplin karena sadar semua itu baik buat dirinya atau sesuai dengan nilai-nilai positif, bukan karena agar terhindar dari hukuman, mendapatkan imbalan, apalagi paksaan/ancaman orangtua.

Sumber: Grid.ID
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas