Merdi Sihombing Memboyong Eco Fashion Week Indonesia 2019 ke Belgia
Bertempat di Antoon Van Dijk Brasserie, Stadsfeestzzal, Merdi Sihombing untuk kali pertama menggelar Eco Fashion Week Indonesia 2019 di Belgia.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Bertempat di Antoon Van Dijk Brasserie, Stadsfeestzzal, Merdi Sihombing untuk kali pertama menggelar Eco Fashion Week Indonesia 2019 di Belgia.
Dalam gelaran ini Merdi Sihombing yang juga adalah Eco Fashion dan Ethical Fashion Designer, menggelar berbagai desain terbarunya dengan materi kain-kain tenun yang dihasilkan oleh para penenun dari berbagai pelosok Indonesia.
Eco Fashion Week Indonesia sebelumnya sudah pernah digelar di Gedung Stovia, Jakarta menjelang penghujung 2018 silam.
Gebrakan baru ini menurut Merdi Sihombing dilakukannya setelah mendapatkan support dan dorongan dari berbagai kalangan, selepas mengikuti gelaran Eco Fashion di Perth.
Dalam perjalanan kariernya kemudian, Merdi yang kerap diundang ke beberapa negara, menyadari potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia di bidang fashion ramah lingkungan, namun masih belum memiliki blue print yang tepat sasaran.
Baca: Mana yang Lebih Baik antara Speaker 2-Way versus 3-Way
Baca: Link Live Streaming TVOne Persik Kediri Vs Madura FC Sore Ini
Baca: Download Lagu MP3 ILUX ID - Mundur Alon-alon versi Koplo hingga Reggae Lengkap beserta Lirik
Hal ini sungguh berbeda dengan negara lain di Asia seperti India dan Vietnam yang sudah memiliki cetak biru tepat sasaran, sehingga karya-karya seninya termasuk kain-kain tradisional dapat diterima bukan hanya di pasar lokal, namun juga di pasar global.
"Kita memang masih memerlukan sumbangsih banyak pegiat yang mau bekerja dari tataran akar rumput. Perempuan memang berperan paling besar sebagai banteng pertahanan di dunia seni. Ada banyak profesi yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan, misalnya penenun atau penyulam. Karena itulah saya memang merasa nyaman bekerja sama dengan perempuan di berbagai pelosok Indonesia," ujar Merdi disela-sela persiapan fashion show.
Beberapa karya penenun yang ditampilkan adalah yang berasal dari daerah Dairi, Sumatra Utara. Berawal dari inisiatif Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), pemerintah daerah setempat menginsiasi projek kolaborasi ini, yang kemudian mendapatkan dukungan dari Inalum.
Tema yang diangkat adalah Silalahi karena ulos-ulos yg di re- invent semuanya adalah ulos marga Silalahi dan dikerjakan hampir semua oleh partonun marga Silalahi.
"Proposal yang masuk dari Dairi dianggap menarik, sehingga disetujui walaupun baru masuk di semester dua. Selain itu, community development lain yang juga dilakukan oleh Kemendes PDTT adalah di daerah Barito Kuala. Ini adalah kelanjutan dari kerjasama pada tahun sebelumnya yakni di Alor dan Rote Ndao, yang karya-karyanya sudah kami tampilkan di EFWI 2018," kata Merdi.
EFWI 2019 di Anwerpen, Belgia juga menampilkan tas-tas cantik yang dijalin dan dianyam oleh perempuan-perempuan yang bermukim di lahan gambut. Kolaborasi dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dijalin pada tahun 2019, kemudian menelurkan inovasi baru dalam menciptakan desain tas dari bahan purun yang memiliki nilai jual di pasar global.
Purun adalah jenis tumbuhan rumput yang hidup liar di dekat air atau rawa, yang sejenis dengan daun pandan yang hidup di sekitar rawa.
Purun biasanya banyak terdapat di provinsi Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan. Tanaman purun merupakan tanaman liar yang mudah terbakar kalau dalam keadaan kering.
Tanaman purun dapat dimanfaatkan sebagai bahanbaku untuk membuat kerajinan tangan. Salah satu contoh kerjainan tangan yang digunakan dari bahan tanaman purun yaitu tikar, kipas, tas dan lain-lain.