Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Desainer Vielga Wennida Terinspirasi Tari Cokek untuk Busana Rancangannya

Desainer Vielga Wennida ikut berpartisipasi di ajang Jakarta Fashion Week (JFW) 2020.

Editor: Willem Jonata
zoom-in Desainer Vielga Wennida Terinspirasi Tari Cokek untuk Busana Rancangannya
dok. vielga wennida
Desainer Vielga Wennida terlibat di ajang Jakarta Fashion Week (JFW) 2020. 

TRIBUNNEWS.COM - Desainer Vielga Wennida ikut berpartisipasi di ajang Jakarta Fashion Week (JFW) 2020. Ia mengangkat tema Cokek Story untuk busana rancangannya.

Busana-busana rancangannya itu terinspirasi dari tari cokek khas Betawi. Oleh karenanya ia menonjolkan ciri khas Betawi yang kental dengan warna cerah, semisal hijau, merah, oranye, dan biru.

"Kalau untuk anak muda main ke bordir lebih kecil-kecil, simpel yang manis. Pemilihan warna yang muda juga yang pastel," ucap Vielga Wennida.

Dalam urusan bordir, Vielga Wennida sengaja mempertahankan produk handmade yang dinilainya sebagai warisan nenek moyang.

Baca: Sheryl Sheinafia Jadi Maleficent di Jakarta Fashion Week (JFW) 2020

Busana rancangan Vielga Wennida 1
Peragaan busana karya rancangan desainer Vielga Wennida di Jakarta Fashion Week (JFW) 2020.

"Jadi kita mencoba meneruskan budaya sampai ke yang muda. Jadi bukan untuk mereguk keuntungan sebesar-besarnya," lanjutnya.

Baca: Penampakan Andika Mahesa Saat Pura-pura Jadi Gelandangan Demi Konten Youtube

Meski terinspirasi tarian cokek, Vielga Wennida mengaku tidak ada bordir khas betawi pada rancangannya.

Rancangan desainer Vielga Wennida 2
Peragaan busana karya rancangan desainer Vielga Wennida di Jakarta Fashion Week (JFW) 2020.

"Tapi kita mengambil icon Betawi seperti Monas dan ondel-ondel dengan warna strong seperti merah, hijau dan kuning," terangnya.

Berita Rekomendasi

Ia mematok harga Rp 1.250.000 sampai Rp 5 juta untuk produknya, karena dibuat secara manual dan membutuhkan waktu satu bulan untuk satu produknya.

Vielga Wennida menuturkan bahwa saat ini agak susah mencari pembordir ketimbang 10 tahun silam. Anak muda kebanyakan memilih jadi pekerja pabrik dan sales ketimbang jadi pembordir.

"Padahal dari orangtua mereka punya warisan, itu berharga banget. Tapi mereka memilih pekerjaan yang lebih aman dan terjamin," terangnya.

Sebagai desainer, ia merasa punya tanggung jawab untuk melestarikan bordir handmade.

"Kita mencoba mengajarkan anak-anak muda supaya punya warisan. Kita juga memfasilitasi mereka," lanjutnya.

Untuk itu, ia ke daerah-daerah mencari tenaga bordir. Sejauh ini, menurut dia, sudah ada 200 orang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas