Marak Unggahan Akun yang Blak-blakan Mengaku sebagai Pelakor, Psikolog Singgung soal Kontrol Diri
Tanggapi maraknya unggahan akun-akun di media sosial yang mengekspos diri sebagai pelakor, psikolog singgung soal kontrol diri. Begini kata psikolog.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Psikolog Keluarga dari www.praktekpsikolog.com di Bintaro, Jakarta Selatan, Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi., Psikolog, turut menanggapi maraknya akun-akun media sosial yang mengekspos dirinya sebagai selingkuhan atau yang biasa disebut perebut laki orang alias pelakor.
Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan unggahan video maupun foto-foto sejumlah wanita yang membeberkan kisahnya menjalani hubungan spesial dengan suami orang lain.
Unggahan tersebut pun mengundang perhatian para warganet.
Melihat fenomena tersebut, Adib menilai, orang-orang yang mengekspos dirinya sebagai pelakor sesungguhnya ingin menunjukkan keberadaannya dan ingin dinomorsatukan.
Sementara itu, psikolog yang juga berpraktek di Klinik Terapi Anak dan Dewasa YPPI, Pondok Aren, Tangerang Selatan, ini juga menyebutkan bahwa kontrol diri seorang pelakor memang relatif rendah.
"Karena pada hakikatnya orang kalau kontrol dirinya baik ya kalau didekati sama orang yang sudah menikah pasti nggak mau atau menolak, pasti (ingat) nanti juga ada jodoh, ada jodoh yang sepantaran atau yang belum menikah gitu kan," terang Adib saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (24/9/2020).
"Ya memang bisa juga dikatakan relatif kontrol dirinya cenderung kurang karena tidak bisa menolak. Padahal dia tahu bahwa pasangannya ini sudah menikah dengan perempuan lain," sambungnya.
Namun, Adib menambahkan, sesungguhnya kontrol diri setiap orang hampir sama.
"Bisa sih (disebut kontrol diri kurang), walaupun menurut saya tidak signifikan sebenarnya. Kontrol diri beberapa orang hampir sama," ujarnya.
Baca: Ramai Postingan Wanita yang Mengaku Dirinya Pelakor, Psikolog: Dia Ingin Tunjukkan Keberadaannya
Adib menjelaskan, ketika seseorang memilih menjadi pelakor, artinya orang tersebut tidak mampu menolak kondisi di hadapannya.
Menurut Adib hal tersebut bisa terjadi karena sejumlah faktor.
"Entah itu menjadi pelakor atau tidak, itu kontrol diri menurut saya sama aja."
"Tapi kan kondisi yang tidak bisa dia (pelakor) tolak. Salah satu sisi misalnya nggak ada yang deketin sementara dia pengin bahagia juga misalnya, ya gimana lagi, ini ada yang deketin, ada yang kasih perhatian, masa nggak disambut, gitu kan?" kata Adib.
"Kemudian masalah finansial bisa juga, karena terpaksa mencari uang dari sana, mendapatkan nafkah dari sana," tambahnya.