Perceraian Meningkat Selama Pandemi, Psikolog hingga Komnas Perempuan Bereaksi, Apa Solusinya?
Telah tercatat pada pandemi Covid-19 total angka perceraian sepanjang Maret 2020 hingga Februari 2021 adalah 5709.
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Selama Pandemi Covid-19, angka pernikahan terus meningkat.
Sebagian yang melangsungkan pernikahan berusia di bawah ketentuan UU Nomor 16 Tahun 2019. yang memberi abtasan minimal pasangan yang ingin menikah harus berusia 19 tahun.
Hal ini terlihat dari angka dispensasi nikah mengalami lonjakan.
Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan, angka dispensasi menikah pada tahun 2020 mencapai 64.211.
Baca juga: KDRT Mendominasi Angka Kekerasan pada Perempuan Solo di Masa Pandemi, Ini Tanggapan Pengamat Sosial
Baca juga: Alissa Wahid : Pandemi Covid-19 Itu Musibah, Bukan Azab
Faktor terbesar terjadinya lonjakan pernikahan ini disebakan oleh ekonomi.
Namun belum adanya kesiapan psikis dan ekonomi menjadi bumerang dari pernikahan itu sendiri.
Dilansir dari Kompas TV Telah tercatat pada pandemi Covid-19 total angka perceraian sepanjang Maret 2020 hingga Februari 2021 adalah 5709.
Dan ada 3.513 kasus perceraian yang disebabkan faktor ekonomi.
Melihat fakta ini, psikologi keluarga Alissa Wahid dan Ketua Komnas Perempuan Andi Yentriyani memandang perlunya upaya penanganan dan pencegahan terhadap penceraian selama pandemi Covid-19.
Alissa Wahid, mengungkapkan perlunya pendidikan pada keluarga dan dilaksanakan secara masif.
Tujuannya adalah agar keluarga dapat siap menangani tekanan yang disebabkan oleh pandemi, terutama ekonomi.
Selanjutnya menurut Alissa, pemerintah perlu menciptakan pendampingan pada keluarga terutama pada perempuan.
Di sisi lain, Komnas Perempuan lebih berfokus pada motif yang menyebabkan terjadinya perceraian.
Misalnya motif disebabkan karena adanya kekerasan dalam rumahtangga (KDRT).
Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan pengecekan terhadapp fasilitas pelayanan perempuan.
"Di masa pandemi ini sangat sulit mengadakan layanan karena dibatasi prootokol kesehatan. Selain itu sulit untuk mengakses rumah aman. Bagi korban kekerasan juga tidak mudah melakukan visum karena rawan terpapar virus Covid-19 di rumah sakit," kata Andi pada Rosi Silalahi di Live Streaming Kompas TV, Kamis (11/3/2021).
Komnas Perempuan telah melakukan diskusi bersama satgas covid-19 agar ada protokol kesehatan yang lebih spesifik untuk melayani korban kekerasan. selanjutnya, yang perlu diperhatikan adalah upaya pencegahan.
Pemerintah beserta masyarakat harus memberikan perhatian pada pernikahan anak. Andi ada dispensasi pada pernikahan anak di angka 64.000. Sepanjang 2020 ada 176 anak yang masuk kategori pernikahan anak.
Persoalan ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab pernikahan anak hampir di seluruh belahan dunia. Kemudian selama pandemi, di pelosok sana orangtua merasa anak mereka tidak bersekolah karena selalu belajar di rumah. Begitu pula adanya ketakutan dari orangtua yang akan terpapar kegiatan seksual lewat gadget.
"Nah ini yang harus dicegah agar tidak terjadi terus-menerus. Hal ini menjadi penyebab perceraian karena menikah tanpa persiapan psikis yang matang," kata Andi.