Pernikahan Dini di Indonesia Masih Marak, Ketahui Faktor Penyebabnya
Pernikahan dini masih marak di Indonesia meski risiko yang ditanggung tidaklah main-main.
Editor: Willem Jonata
Lingkungan juga bisa dibilang sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap pernikahan dini.
Lingkungan yang dimaksud di sini tidak hanya keluarga saja namun juga orang-orang sekitar yang tinggal berdekatan.
Pernikahan dini bisa terjadi karena mengikuti jejak teman, adanya desakan dari masyarakat sekitar, sampai dengan tekanan dari orangtua yang ingin segera menggendong cucu.
Seringkali dengan berbagai tekanan yang menghimpit, membuat anak-anak ingin lari saja dari segalanya. Tidak jarang menganggap menikah adalah jalan keluar yang paling mudah.
Padahal, pernikahan merupakan hubungan yang sangat kompleks dan terjadi dalam kurun waktu yang lama.
Adat dan Budaya
Tidak bisa dipungkiri sampai saat ini adat dan budaya yang telah diturunkan secara turun temurun seakan menjadi ‘tugas’ untuk generasi penerus.
Dalam hal menikah dini, ada beberapa wilayah di Tanah Air yang sampai saat ini masih melakukannya.
Misalnya saja wilayah Indramayu, banyak gadis berusia 13-15 tahun yang sudah menikah, sibuk dengan urusan rumah tangga.
Tidak hanya itu saja bahkan ada yang lebih extreme lagi di Sulawesi Selatan. Tepatnya di daerah bernama Kodingareng, lokasinya bahkan tidak jauh dari kota Makassar.
Tolok ukur pernikahan di tempat ini adalah jika wanita sudah mengalami menstruasi pertamanya, orangtua akan sibuk mencari pasangan untuk anaknya.
Padahal seperti yang diketahui, waktu menstruasi pertama bisa sangat bervariasi. Mulai dari usia 10 sampai dengan 17 tahun.
Jika menstruasi di usia 10 tahun, tentunya organ-organ reproduksi anak masih belum siap. Bisa menyebabkan berbagai penyakit berbahaya nantinya. Tidak hanya penyakit fisik, namun juga mental.
Selain dua daerah yang telah disebutkan itu, masih banyak wilayah lainnya di Indonesia dengan adat menikahkan anak usia belia. Faktor penyebabnya beragam.