Prinsip Dasar yang Harus Diperhatikan Orangtua saat Mengenalkan Puasa pada Anak
Sebelum mengenalkan puasa pada anak, para orang tua harus mengetahui terlebih dahulu prinsip dasarnya.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Sebelum mengenalkan puasa pada anak, para orang tua harus mengetahui terlebih dahulu prinsip dasarnya.
Prinsip dasarnya adalah dimana para orang tua harus mengetahui anak-anak adalah pribadi pengamat dan peniru.
Oleh karena itu, dokter spesialis anak RSA UGM, dr. Fita Wirastuti, M.Sc., Sp.A. meminta para orang tua untuk berhati-hati ketika berkegiatan sehari-hari.
Jika sang anak diharapkan dapat melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan dengan baik, maka orang tua tentu sudah harus melaksanakan ibadah puasa Ramadan dengan baik terlebih dahulu.
Baca juga: Si Kecil Masih Ingin Berpuasa Saat Batuk dan Pilek, Bahayakah untuk Tubuhnya? Ini Penjelasan Dokter
Baca juga: Tips Agar Kulit Sehat Selama Berpuasa, Pola Makan dan Tidur hingga Pasta Gigi Jadi Faktor Penentu
“Kalau orang tuanya sering mengaji dan sering mengisi Ramadhan ini dengan kegiatan yang bermanfaat, mereka (anak-anak) akan mengikutinya. Begitu juga dengan (perihal) berpuasa: kalau orang tuanya minta anaknya berpuasa, tentu orang tuanya harus berpuasa (terlebih dahulu)," kata dia dalam webinar yang disiarkan melalui Channel Youtube KAGAMA Channel pekan lalu.
Ia mengatakan, orang tua tidak perlu terlalu banyak memberikan aturan, tapi yang penting adalah dengan mengajarkan dengan langsung memberikan contoh.
Adapun cara mengenalkan puasa pada anak, menurut dr Fita adalah sebagai berikut;
Pertama, mulailah dengan perlahan, mudah dan menyenangkan. Pada hari-hari biasa atau bukan puasa anak-anak makan tiga kali sehari. Ketika memperkenalkan puasa, maka caranya adalah dengan sedikit-sedikit menjarakkan waktu makan tersebut.
“Ketika dia mulai diajarkan untuk berpuasa, mulai kita jarangkan fase antar makan menjadi 4-6 jam. Kemudian nanti bertambah lagi jadi 8 jam, kemudian bertambah lagi jadi 10 jam, sampai pada akhirnya dia bisa fase puasa penuh,” imbuhnya.
Kedua adalah mempersiapkan makanan yang bergizi seimbang, baik sahur maupun berbuka.
Komposisinya antara karbohidrat, protein, dan lemak harus seimbang. Dengan kecukupan gizi, nutrisi anak dapat terpenuhi dan kuat menjalankan puasa.
Ketiga tidak memberikan kompensasi berlebihan.
Dokter Fita mengatakan bahwa puasa hanya menggeser waktu makan di hari-hari biasa. Dimana sarapannya itu dipagikan menjadi sahur; sementara makan siangnya disorekan menjadi berbuka; dan makan makan malamnya digeser menjadi setelah tarawih.
"Jadi jangan sampai ada kiat “balas dendam” atau penggandaan porsi makan ketika sahur, sebab hal itu sangat tidak disarankan," ujarnya.
Kadang-kadang orang tua juga khawatir anaknya lapar, kemudian memaksa anaknya untuk makan lebih banyak pada saat berbuka atau pada saat sahur.
"Ini justru tidak direkomendasikan karena membuat anak merasa tidak nyaman dan akhirnya target dari puasanya jadi tidak tercapai,” tegas dr. Fita.
Keempat buatlah rutinitas yang sehat.
Dokter Fita mengatakan, aktivitas puasa juga semestinya diselingi atau diisi dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat, seperti mengaji bersama, pergi ke masjid bersama, merancang menu buka dan sahur bersama, dan lain sebagainya.
Kegiatan-kegiatan tersebut akan dapat menyenangkan anak-anak sekaligus memotivasi mereka.
“Sebaliknya kalau melihat orang tuanya ketika berpuasa hanya tidur saja, itu dapat membuat anak menjadi lebih lemes dan jenuh, sehingga dia tidak senang dengan kondisi berpuasa,” jelas dr. Fita.
Kelima hindari aktivitas fisik berlebihan, seperti lari-larian dan lain sebagainya. Hal ini guna menghindari anak-anak untuk cepat kelelahan atau yang lebih parah lagi mengalami dehidrasi. Sebagai gantinya, aktivitas dapat diganti dengan kegiatan mengaji bersama, mewarnai bersama, dan lain sebagainya.
Serta terakhir, adalah memberikan motivasi dan reward yang cukup.
Ia mengatakan memberikan motivasi dan reward seperlunya saja. Reward yang cukup contohnya seperti memberi sticker untuk menandakan keberhasilannya, memberi makanan yang dia sukai, dan lain sebagainya.
“Kemudian reward diberikan juga tidak berlebihan, nanti jika berhasil berpuasa 1 bulan lalu diberikan suatu hal tertentu itu juga tidak perlu. (jadi) cukup reward yang menyenangkan untuk anak saja, sesuai dengan kebutuhannya, seperti ingin makan apa, dll,” kata dr. Fita.