Apa Itu Halal Bihalal, Istilah yang Tercipta Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia
Saat Idul Fitri ataupun setelahnya, masyarakat Indonesia melakukan tradisi yang bernama halal bihalal.
Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini penjelasan tentang apa itu halal bihalal.
Saat Idul Fitri ataupun setelahnya, masyarakat Indonesia melakukan tradisi yang bernama halal bihalal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halal bihalal ditulis disambung (halalbihalal) dan mempunyai makna maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.
Biasanya, acara tersebut diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang.
Tradisi halalbihalal merupakan tradisi yang hanya dikenal di Indonesia.
Baca juga: Asal Usul Tradisi Halalbihalal di Indonesia dan Pengertiannya
Baca juga: Ditjen Otda Kementerian Dalam Negeri Gelar Halalbihalal di Metaverse
Asal Usul Halalbihalal
Mengutip laman Menpan RB, tokoh pers nasional dan mantan Ketua Umum persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun 1965-1970, Mahbub Djunaidi, dalam buku berjudul Asal Usul mengatakan jika acara halalbihalal itu bukan acara wajib, melainkan hanya tradisi, namun manfaat bersilaturahmi itu amat besar.
Tradisi silaturahmi ini sudah dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I.
Saat itu, istilah yang dipakai adalah sungkeman.
Para prajurit sekaligus masyarakat melakukan sungkem dengan keluarga Mangkunegara sekaligus bermaafan satu sama lain.
Hal ini menegaskan, tradisi silaturahmi pasca Idul Fitri (Halal Bihahal) itu sudah dimulai jauh sebelum tercetusnya istilah Halal Bihalal sendiri.
Lalu, pada tahun 1948 di pertengahan bulan Ramadan, Presiden Soekarno memanggil KH. Wahab Chasbullah ke istana.
Ia dimintai pendapat dan saran untuk mengatasi situasi politik di Indonesia.
Saat itu, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa, elit politik saling bertengkar.
Sementara itu, pemberontakan terjadi di Indonesia, di anataranya DI/TII, PKI Madiun dan lainnya.
KH Wahab pun memberi saran pada Soekarno untuk menyelenggarakan silaturahmi.
Soekarno ingin istilah lain selain silaturahmi.
Lalu, KH Wahab menjawab "Itu masalah gampang. Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah halal bihalal,"
Atas saran Kiai Wahab, Bung Karno mengundang para elit politik ke Istana Negara untuk halal Bihalal.
Sejak itu pula para elit politik bisa duduk bersama saling memaafkan dan membahas bangsa ini secara bersama-sama.
(Tribunnews.com, Renald)