Khutbah Jumat 6 Desember 2024: Larangan Merendahkan Orang Lain dan Memuliakan Diri Sendiri
Naskah khutbah Jumat 6 Desember 2024, mengusung tema larangan merendahkan orang lain dan memuliakan diri sendiri.
Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Bobby Wiratama
Dari Sahl ia berkata; Seorang laki-laki lewat di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun bertanya kepada sahabatnya: “Bagaimana pendapat kalian mengenai orang ini?” mereka menjawab, “Ia begitu berwibawa. Bila ia meminang pasti diterima, dan bila memberi rekomendasi pasti akan dipenuhi, dan bila ia berbicara, niscaya akan didengarkan.” Beliau kemudian terdiam, lalu lewatlah seorang laki-laki dari fuqara` kaum muslimin, dan beliau pun bertanya lagi: “Lalu bagaimanakah pendapat kalian terhadap orang ini?” mereka menjawab, “Ia pantas bila meminang untuk ditolak, jika memberi rekomendasi tak akan digubris, dan bila berbicara niscaya ia tidak didengarkan.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang ini lebih baik daripada sepenuh bumi orang yang tadi.” [HR. Al-Bukhari 4701].
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita untuk tidak menilai orang lain dari sudut pandang keduniaan semata.
Kebanyakan kita sama seperti kondisi sahabat yang ditanya ini. Menilai orang lain dari sisi harta, jabatan, popularitas, dll. yang merupakan sudut pandang dunia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari sahabat ini untuk mengubah cara memandang orang lain. Mengubah kriteria dalam mengukur orang lain. Karena Allah berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.” [Quran Al-Hujurat: 13].
Jangan sekali-kali kita merendahkan orang lain. Karena takwa itu di hati dan kita tidak mengetahui isi hati seseorang. Ini adalah tafsiran pertama dari ucapan Nabi, “Takwa itu di sini (di hati).”
Tafsiran yang kedua, kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “jangan merendahkan orang lain. Karena takwa itu di sini.”
Maksunya, kalau engkau suka merendahkan orang lain, meremehkan, tidak menghargai, dan menjatuhkannya, ketauhilah bahwa ketakwaanmu bermasalah. Hatimu sedang terjangkiti penyakit yang berbahaya. Yaitu penyakit sombong dan angkuh.
نَفَعَنِي اللهُ وَإِيَّاكُمْ بِهَدْيِ كَتَابِهِ وَبِسُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ لَا يَنْسَى مَنْ ذَكَرَهُ وَلَا يُخَيِّبُ مَنْ رَجَاهُ، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ سَيِّدِنَا وَإِمَامِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَتْقَى العَبْدِ بِرَبِّهِ وَأَخْشَاهُ وَأَطْوَعَهُمْ لِمَوْلَاهُ.
: أَمَّا بَعْدُ
عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ
Kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Ketauhilah! Di antara sifat orang munafik adalah mereka suka meremehkan dan menilai rendah amalan orang lain. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ٱلَّذِينَ يَلْمِزُونَ ٱلْمُطَّوِّعِينَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ فِى ٱلصَّدَقَٰتِ وَٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ ٱللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” [Quran At-Taubah: 79].
Oleh karena itu, jangan sampai kita memiliki sifat orang munafik seperti ini. Suka mencela amalan orang lain. Kalau ada orang yang beramal sedikit, kita hargai.
Kalau orang memiliki sumbangsih yang sedikit, jangan kita rendahkan, jangan kita hina. Jangan terpedaya dengan apa yang kita lakukan dan amal shaleh yang kita kerjakan. Bisa jadi sedekah yang sedikit, amal sosial yang mungkin nilainya dianggap remeh orang lain, tapi besar di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala karena keikhlasannya. Dalam sebuah hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ قَالُوا وَكَيْفَ قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ دِرْهَمَانِ تَصَدَّقَ بِأَحَدِهِمَا وَانْطَلَقَ رَجُلٌ إِلَى عُرْضِ مَالِهِ فَأَخَذَ مِنْهُ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ فَتَصَدَّقَ بِهَا
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham”. Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau jelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham untuk disedekahkan.” [HR. An Nasai no. 2527 dan Imam Ahmad 2: 379. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan].
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Kemudian yang perlu kita ketauhi juga adalah bahwasanya kesombongan itu bukan terletak pada penampilan zahir. Sebagaimana dalam hadits di awal yang kita baca,
قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” [HR. Muslim no. 91].