Pengamat Nilai Turunnya Elektabilitas Parpol KIB karena 3 Faktor, Salah Satunya Belum Umumkan Capres
Pengamat menilai penurunan elektabilitas parpol KIB disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena KIB belum memajang nama calon presiden.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Survei Litbang Kompas menunjukkan perolehan suara partai anggota Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mengalami penurunan jika pemilu dilakukan saat ini.
KIB merupakan koalisi yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Baca juga: Pengamat Nilai KIB Akan Realistis Usung Kandidat Calon Presiden yang Berpeluang Besar Menang
Dalam survei tersebut, Golkar keluar dari tiga besar papan atas dengan hanya memperoleh 7,9 persen suara.
Padahal pada survei yang sama Juni 2022 lalu, Golkar mendapat suara 10,3 persen.
Posisi Golkar digeser oleh Partai Demokrat dengan elektabilitas 14 persen.
Sedangkan PAN yang memperoleh 3,6 persen pada survei Juni juga mengalami penurunan suara menjadi 3,1 persen. PPP hanya memperoleh 1,7 persen suara.
Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai penurunan itu disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, KIB hingga saat ini belum memajang nama calon presiden (capres) dan cawapres yang bakal didukung pada Pilpres 2024.
Baca juga: Airlangga Ajak Parpol Lain Gabung KIB, AHY: Demokrat Intens Komunikasi dengan Nasdem-PKS
Sehingga partai anggota koalisi tidak mendapat keuntungan dari efek ekor jas (coat-tail effect).
"Pertama tentu sampai hari ini KIB belum menentukan siapa figur untuk dapat layak dicalonkan capres atau cawapres. Apa implikasinya? implikasinya adalah terhadap coat-tail effect. Ini tidak bisa didapatkan oleh KIB karena notabenenya mereka belum punya calon," kata Herry, kepada wartawan, Jumat (28/10/2022).
Faktor berikutnya adalah kemiripan ceruk elektoral. Herry menjelaskan ketiga partai anggota KIB berbagai suara di ceruk yang sama yakni segmen pendukung pemerintah.
"Kedua ceruk elektoral dari ketiga parpol ini hampir mirip di segmen masyarakat pendukung pemerintah. Namun di sisi lain, mereka harus mengerti ceruk elektoral itu tidak hanya kelompok masyarakat atau segmen masyarakat yang pro pemerintah. Ada segmen masyarakat yang justru kontra dengan pemerintah," ucapnya.
Golkar, PAN, dan PPP juga dinilai belum berupaya maksimal untuk menggarap ceruk elektoral yang kontra pemerintah.
"Dan sampai saat ini, ketiga parpol ini belum ada upaya untuk mencoba menarik ceruk ini ke dalam elektabilitas mereka," ujarnya.
Selain itu, KIB juga tidak tampak mempunyai terobosan dan inovasi yang mampu menarik perhatian publik.
"Ketiga sampai hari ini, menurut saya, tidak ada gebrakan atau inovasi tertentu yang membuat publik tertarik atau simpati untuk memilih salah satu misalnya di antara mereka terbagi secara proporsional terdistribusi suara atau ceruk elektoral itu," ujarnya.
Menurut Herry, KIB harus mampu mengatasi tiga persoalan tersebut jika ingin membalikkan keadaan.
"Jelas (harus diselesaikan)," tandasnya.