Kritik Sistem Proporsional Tertutup, PAN: Politik Uang Bisa Lebih Berbahaya
Saleh Partaonan Daulay mengatakan, praktik politik uang atau money politics sebenarnya tidak hanya bisa terjadi pada sistem proporsionalitas terbuka.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengatakan, praktik politik uang atau money politics sebenarnya tidak hanya bisa terjadi pada sistem proporsionalitas terbuka.
Dalam sistem proporsionalitas tertutup pun hal itu sangat dimungkinkan.
Bahkan bisa terjadi di lingkaran partai politik dan di masyarakat.
Hal itu menurutnya lebih berbahaya lantaran permainan politik uang ada di tingkat elite partai.
"Caleg-caleg kan otomatis berburu nomor urut. Pasti ada kontestasi di internal partai. Di titik ini, ada peluang money politics ke oknum elite partai untuk dapat nomor bagus. Money politics ini menurut saya lebih bahaya. Tertutup dan tidak kelihatan. Hanya orang tertentu yang punya akses," kata Saleh, dalam keterangannya, Selasa (3/1/2023).
Tidak hanya itu, kata Saleh, saat hari H pencoblosan, politik uang juga bisa terjadi di masyarakat.
"Walau kampanyenya untuk memilih partai, tetapi tetap saja peluang untuk melakukan pelanggaran selalu ada," ucapnya.
Menurut Ketua Fraksi PAN DPR itu, jika semua memiliki kesadaran politik, praktik money politics itu bisa dihindarkan.
Hal itulah yang harus terus disosialisasikan di tengah masyarakat.
Sebab, berapa banyak pun uang yang dimiliki oleh caleg, jika masyarakat tidak mau, tetap saja tidak akan mampu membayar suara rakyat.
Apalagi kesadaran itu didukung oleh perangkat pengawasan yang baik.
"Lagian, pemilu Indonesia itu sudah sering mendapat pujian dari luar negeri. Sudah ribuan kali kita melaksanakan pilpres, pileg dan pilkada. Semuanya berhasil dengan baik. Adapun pernak-perniknya, bisa diselesaikan melalui jalur hukum," pungkasnya.
Baca juga: PAN Tolak Wacana Sistem Proporsional Tertutup, Minta MK Konsisten dengan Putusan Sebelumnya
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengungkapkan ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup.
Hal itu disampaikan Hasyim pada sambutan acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU RI, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2022).
Hasyim juga mengimbau kepada para calon legislatif (Caleg) agar tidak melakukan kampanye dini.
Sebab, ada kemungkinan jika MK memutuskan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup.
"Maka dengan begitu menjadi tidak relevan, misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi enggak relevan. Karena apa? Namanya enggak muncul lagi di surat suara. Enggak coblos lagi nama-nama calon. Yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta Pemilu," ungkap Hasyim.
Baca juga: Pengamat: Parpol yang Dukung Sistem Pemilu Proporsional Tertutup adalah Partai yang Gagal
Sebagai informasi, dalam sistem Pemilu proposional tertutup, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh partai politik.
Selain itu, pemilih memilih partai politik dan penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.
Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.