KSP: Pemerintah Tidak Ikut Campur Soal Sistem Pemilu
Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Juri Ardiantoro mengatakan pemerintah menyerahkan sepenuhnya pada MK terkait dengan putusan sistem pemilu.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Juri Ardiantoro mengatakan bahwa pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan putusan sistem pemilu.
Pernyataan Juri tersebut merespon soal adanya informasi mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutuskan sistem Pemilu 2024 menggunakan sistem tertutup atau coblos partai.
"Jadi terkait dengan beredaranya berita putusan MK, dari sisi pemerintah sudah jelas ya bahwa itu domain peradilan MK jadi sepanjang belum ada putusan yang dikeluarkan MK semuanya harus berpegang pada apa yang sekarang berlaku," kata Juri di Bina Graha, Jakarta, Senin, (29/5/2023).
Baca juga: Mahfud MD Konfirmasi ke MK soal Rumor Sistem Pemilu Tertutup: Belum Diputus, Itu Hanya Analisis
Terkait dengan bagaimana MK memutuskan sistem Pemilu kedepan, Juri enggan mengomentarinya.
Ia mengatakan sistem Pemilu sekarang ini masih berpegang pada UU Pemilu nomor 7 tahun 2017.
"Saat ini masih seperti itu belum ada perubahan, jadi kita tunggu saja putusan MK nanti," katanya.
Juri mengatakan bahwa apapun putusannya nanti, MK pasti memiliki sejumlah pertimbangan.
Pemerintah kata Juri tidak akan ikut campur dalam pengaturan pelaksanaan pemilu termasuk di dalam mengatur sistem pemilu.
"Jadi kita serahkan saja proses penyelenggaraan pemilunya yang ditetapkan KPU dan seperti apa jika nanti ada perubahan mengenai sistem pemilu atau yang lain. Tapi pada dasarnya pemerintah tidak akan masuk campur tangan," katanya.
Sebelumnya, Wamenkumham yang kini berprofesi sebagai advokat, Denny Indrayana, menyebut dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99.
Baca juga: Pastikan ke MK Soal Isu Sistem Pemilu Legislatif, Mahfud: Belum Ada Keputusan Resmi Lusa Baru Sidang
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Untuk diketahui, sistem pemilu tertutup diberlakukan sejak masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno pada 1955, serta masa pemerintahan Presiden Soeharto yakni 1971 sampai 1992.
Pada Pemilu 1999 juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup. Pun juga Pemilu 2004.
Penerapan sistem proporsional tertutup pun menuai kritik dan dilakukan uji materi ke ke MK pada 2008. Kemudian sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 20219, sistem pemilu beralih menjadi proporsional terbuka.