Isi Surat Denny Indrayana pada Megawati: Singgung Siasat Penundaan Pemilu, Demokrat, dan Moeldoko
Denny Indrayana mengirimkan surat terbuka kepada Ketua Umum PDIP, Megawati. Isi suratnya menyinggung soal siasat penundaan pemilu dan Demokrat.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana mengirimkan surat terbuka kepada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Isi surat terbuka Denny Indrayana itu menyinggung soal siasat penundaan pemilu.
Dalam surat yang ditulis pada Jumat (2/6/2023) hari ini, Denny Indrayana menyebut adanya proses hukum yang bercampur dengan strategi Pemilu 2024.
Misalnya dalam pembahasan sistem pemilu proporsional terbuka atau terbuka, yang menurut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY itu, dibelokkan menjadi wacana politik.
Denny Indrayana juga menyinggung usaha pengambilalihan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko.
Baca juga: Kirim Surat ke Megawati, Denny Indrayana Minta Bantuan Cegah Gerakan Penundaan Pemilu
Surat terbuka yang diunggah Denny Indrayana di akun Twitter-nya juga meminta agar Megawati membantu mencegah hal tersebut.
"Permisi, izin, ini surat terbuka saya kepada Ibu Megawati Soekarnoputri."
"Saya khawatir gerakan penundaan pemilu menguat lagi, dan meminta Beliau membantu mencegahnya," tulis Denny Indrayana di Twitter.
Selengkapnya, inilah isi surat Denny Indrayana pada Megawati:
Yth. Ibu Megawati Soekarnoputri,
Assalamu'aikum Warahmatullah Wabarakatuh, Merdeka, Salam Pancasila!
Ibu Megawati, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Selamat hari Pancasila, Selamat Bulan Bung Karno.
Izin saya menyampaikan surat ini. Ibu Mega adalah negarawan, mengedepankan kepentingan bangsa.
Terbukti di 2014 Ibu mencapreskan Joko Widodo. Meskipun, Ibu bisa saja maju sendiri.
Lalu, Ibu memilih Ganjar Pranowo, meskipun Ibu bisa memutuskan Mbak Puan Maharani.
Saat ini keselamatan bangsa sedang dipertaruhkan.
Masalahnya bukan sistem pemilu tertutup atau terbuka, tapi pemilu yang tertunda.
Saya risau dengan hukum di tanah air.
Saya berpendapat, proses hukum banyak bercampur dengan strategi pemilu 2024.
Karena itu saya putuskan membawa isu hukum ke ruang publik.
Agar tidak diputuskan dalam ruang gelap yang transaksional dan koruptif.
Namun, niat baik untuk mengawal MK misalnya, dalam soal sistem pemilu legislatif, antara proporsional tertutup atau terbuka, dibelokkan menjadi wacana politik, yang dapat berakibat penundaan pemilu.
Siasat penundaan juga masuk melalui dirusaknya kedaulatan partai.
Sesuatu yang kita tolak keras.
Cukuplah sejarah buram Orde Baru yang mengganggu PDI melalui tangan Soerjadi.
Saat ini, KSP Moeldoko tiba-tiba mengaku sebagai Ketum Partai Demokrat.
Beliau bukan anggota Demokrat. Jadi, bukan konflik internal.
Ini pihak ekstemal, KSP Presiden Jokowi yang mau mengambil alih partai orang lain.
Sekali dibiarkan, maka semua partai rentan direbut tangan-tangan kuasa.
Jika modus Moeldoko merebut Demokrat disahkan oleh PK di Mahkamah Agung, maka imbasnya bisa menunda pemilu.
Karena saya duga Demokrat tidak akan diam, demikian juga pendukung bacapres yang dirugikan.
Saya lihat, Ibu paling tegas menolak presiden tiga periode, lugas menolak penundaan pemilu.
Ibu Megawati, gerakan penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden Jokowi masih terus serius dikerjakan sekelompok pihak.
Ini berbahaya dan bisa menjerumuskan bukan hanya Pak Jokowi, tapi kita semua sebagai bangsa.
Silakan Ibu cek informasi ini, dan mohon hentikan siasat penundaan pemilu, yang nyata nyata melanggar konsitusi.
Melbourne, 2 Juni 2023
Prof Denny Indrayana SH LLM PhD
Baca juga: Sinyalemen Denny indrayani Soal Moeldoko Rebut Kendali Partai Demokrat dan Skenario Penundaan Pemilu
Dapat Informasi Soal Sistem Pileg
Sebelumnya, Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif.
Denny mengaku mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PPU/XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindryana99, dikutip Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.
Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.
"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.
"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA."
"Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" kata Denny.
Dalam klarifikasinya, Denny menegaskan pesan yang disampakannya tersebut bukanlah rahasia negara.
"Saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," kata Denny Indrayana dalam siaran persnya secara tertulis, Selasa (30/5/2023).
Denny menegaskan, sejatinya memang keputusan terkait hal tersebut masih pada kewenangan MK.
Sementara, informasi yang disampaikannya beberapa hari lalu tersebut hanyalah sebatas kabar dari orang yang menurutnya kredibel.
Bukan sebuah bocoran atas putusan yang belum ditetapkan oleh MK.
"Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, 'mendapatkan informasi', bukan 'mendapatkan bocoran'," ucap Denny.
"Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, MK akan memutuskan. Masih akan, belum diputuskan," tegasnya.
Tak cukup di situ, Denny juga turut merespons cuitan dari Menkopolhukam Mahfud MD atas pernyataannya itu.
Pakar Hukum Tata Negara itu membantah mendapatkan informasi dari A1 seperti yang dicuitkan oleh Mahfud MD di Twitter.
"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD."
"Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dan intelijen," kata Denny.
Atas keyakinannya tersebut, sehingga dirasa perlu oleh Denny menyebarkan informasinya kepada publik.
Sebab, dirinya merasa yakin kalau apa yang disampaikan bukanlah kebocoran rahasia negara, melainkan hanya sebuah informasi yang didapat.
"Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik) agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut," ujar dia.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Rizki Sandi Saputra)