Kisruh Bakal Cawapres Anies, Pengamat Sebut Koalisi Perubahan Layaknya Kawin Paksa, Ini Alasannya
Adi Prayitno mengibaratkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) layaknya kawin paksa lantaran terkuncinya Demokrat dan PKS sebagai anti pemerintah.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengibaratkan dibentuknya Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang beranggotakan Demokrat, Nasdem, dan PKS seperti kawin paksa.
Adi pun membeberkan alasannya seperti Demokrat dan PKS melabeli sebagai partai oposisi.
Sehingga, kata Adi, ketika ada tawaran untuk bergabung ke koalisi yang beranggotakan partai pro pemerintah, Demokrat dan PKS enggan untuk bergabung karena sudah melabeli partainya sebagai oposisi.
Adapun pernyataan Adi menanggapi terkait bakal cawapres Anies Baswedan yang tidak kunjung diumumkan sehingga justru menimbulkan kisruh antara Demokrat dan Nasdem.
"Sejak awal kalau mau jujur, Koalisi Perubahan ini adalah (dibentuk) terpaksa karena sudah tidak ada opsi-opsi untuk pindah ke lain hati."
"Demokrat itu sudah menyatakan dirinya sebagai kelompok oposisi yang anti Jokowi. Begitupun dengan PKS yang rasa-rasanya memang iman politiknya bergabung dengan pemerintah," ujarnya pada kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored dikutip, Minggu (11/6/2023).
Baca juga: Demokrat Sodorkan 9 Nama Pendamping Anies, Bantah Tudingan Paksa Pilih AHY Jadi Cawapres
Alhasil, Adi pun menganggap keputusan-keputusan politik yang dibuat oleh KPP 'tidak menyentuh tanah'.
Dia pun mengambil contoh terkait kandidat cawapres yang dianggap olehnya tidak nyaman jika berdampingan dengan Anies tetapi tetap dimunculkan.
"Idealnya, Anies misalnya mencari cawapres yang overall mampu memenuhi kriteria yang sudah dibangun. Padahal kalau kita hitung rata-rata, sekian nama yang dimunculkan (sebagai cawapres) oleh Nasdem dan Anies adalah mereka-mereka yang sangat kelihatan tidak mau menjadi pendamping Anies," jelasnya.
Secara spesifik, Adi pun mencontohkan bahwa Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawangsa sebenarnya tidak mau dan tak nyaman ketika dikaitkan dengan pencawapresan bersama Anies.
Selain itu, sambungnya, banyak tokoh lain yang enggan untuk berdampingan dengan Anies seperti mantan Panglima TNI, Andika Perkasa; Menko Polhukam, Mahfud MD; hingga Menparekraf, Sandiaga Uno yang sejatinya juga pernah bersama Anies saat menjadi orang nomor satu dan dua di DKI Jakarta.
Baca juga: Duduk Perkara NasDem vs Demokrat, Saling Serang soal Cawapres Anies, Buntut Elektabilitas Jeblok
Dengan deretan penolakan tersebut, Adi pun menyarankan bahwa hal paling realistis yang harus diambil oleh KPP untuk menjadi cawapres Anies adalah Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Jadi satu-satunya (cawapres Anies) sebenarnya, secara realistis, supaya yang ideal dari poros Perubahan ini, kakinya nyentuh ke tanah adalah AHY."
"Tanpa AHY, poros ini nggak bisa maju. Jadi kadang Nasdem dan Anies ini agak kurang sadar bahwa untuk nyalon presiden 2024 ini harus menggenapi ambang batas presiden 20 persen. Ini kan kutukan politik yang nggak gampang," jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.