Keterangan PDIP dalam Sidang Gugatan Sistem Pemilu Ditolak MK
Dalam sidang pembacaan putusan sistem pemilu 2024, MK tidak menerima keterangan fraksi PDIP yang mendadak dibacakan di sela penyampaian pandangan DPR.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang pembacaan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tentang uji materi sistem pemilu tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (15/6/2023).
Dalam sidang, MK tidak menerima keterangan fraksi PDIP yang mendadak dibacakan di sela penyampaian pandangan DPR RI dalam sidang pemeriksaan terkait gugatan sistem pemilu.
"Keterangan DPR sejatinya merupakan keterangan yang diberikan lembaga perwakilan rakyat sebagai satu kesatuan pandangan lembaga, bukan pandangan fraksi," ucap hakim konstitusi Guntur Hamzah dalam sidang.
Baca juga: Putusan Sistem Pemilu Hanya Dihadiri 8 Hakim, Jubir MK: Hakim Wahiduddin Adams Tugas ke Luar Negeri
Perbedaan pandangan dari fraksi PDIP ini dinilai MK sebagai persoalan internal DPR, sehingga tidak menjadi bahan pertimbangan MK.
Sebagai informasi, anggota Komisi III drari faksi PDIP, Arteria Dahlanz pada 26 Januari 2023 meminta majelis hakim MK mengabulkan upaya uji materil UU Pemilu dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022 yang pada intinya menggugat sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka.
Permintaan ini merupakan permintaan fraksi PDI-P yang secara mengejutkan dibacakan Arteria di tengah-tengah pembacaan pandangan DPR oleh perwakilan Komisi III lainnya, Supriansa, terkait perkara ini dalam sidang pleno di MK.
"Fraksi PDI-P memohon agar kiranya Yang Mulia ketua dan majelis hakim konstitusi dapat memutus sebagai berikut, hanya satu permintaan PDI-P, yaitu menerima keterangan fraksi PDI-P secara keseluruhan," ujar Arteria.
"Fraksi PDI-P berpendapat, permohonan para pemohon sangat relevan dan layak diterima, diperiksa, dan diadili oleh Yang Mulia majelis hakim konstitusi, terlebih mengedepankan aspek kemanfaatan," tambahnya.
Permintaan ini berlawanan dengan permintaan DPR RI lewat Komisi III yang secara terang-terangan meminta MK menolak permohonan uji materi ini.
PDIP memakai Pasal 22E ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik, sebagai dalil dukungan atas sistem proporsional tertutup.
Lebih lanjut, PDIP berpandangan, hal ini menegaskan posisi partai politik bukan hanya terlibat dalam menyeleksi caleg, melainkan menjadi pihak yang secara langsung berkompetisi.
Saat ini MK tengah menjalani sidang putusan yang hasilnya nanti bakal memengaruhi Pemilu 2024 mendatang.
MK sendiri telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Baca juga: 1.202 Personel Gabungan Disiagakan di Gedung MK Jelang Putusan Gugatan Sistem Pemilu
Untuk diketahui, sistem pemilu tertutup diberlakukan sejak masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno pada 1955, serta masa pemerintahan Presiden Soeharto yakni 1971 sampai 1992.
Pada Pemilu 1999 juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup. Pun Pemilu 2004.
Penerapan sistem proporsional tertutup pun menuai kritik dan dilakukan uji materi ke ke MK pada 2008. Kemudian sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 20219, sistem pemilu beralih menjadi proporsional terbuka.