Setuju Usia Capres-cawapres Turun Jadi 35 Tahun, PKS: Tak Etis Jika Dikaitkan ke Salah Satu Calon
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera setuju bila batas minimum usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres)
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera setuju bila batas minimum usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) turun dari 40 ke 35 tahun.
Hal itu seiring sidang pemeriksaan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Mardani mengatakan bahwa secara umum tidak ada masalah bila batas minimal usia capres atau cawapres menjadi 35 tahun.
"Kemajuan zaman memang membuat usia jadi relatif. Banyak pemimpin di usia muda. Secara umum tidak ada masalah batas usia 35 (tahun)," kata Mardani saat dikonfirmasi, Rabu (2/8/2023).
Namun, dia berpendapat batasan usia minimal capres atau cawapres itu tak etis bila dikaitkan dengan sosok tertentu yang akan maju di Pilpres 2024.
"Tapi memang jadi tidak etis jika ini dikaitkan dengan figur salah satu calon. Tapi usia 35 tidak masalah jadi capres atau cawapres," ujar Mardani.
Sebelumnya, hakim konstitusi Saldi Isra melihat baik DPR maupun pemerintah sama-sama setuju untuk mengubah syarat usia capres cawapres di bawah usia 40 tahun.
Hal ini Saldi sampaikan usai mendengarkan pandangan dari DPR dan pemerintah dalam sidang gugatan syarat usia capres cawapres di bawah usia 40 tahun, di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (1/8/2023).
“Kalau dibaca implisit, keterangan DPR dan pemerintah, walaupun di ujungnya menyerahkan kepada kebijaksanaan yang mulia hakim konstitusi, ini kan bahasanya bersayap, dua-duanya mau ini diperbaiki,” kata Saldi di ruang sidang MK.
Lebih lanjut ia menegaskan, jika kedua belah pihak sama-sama setuju, harusnya perkara syarat usia ini tidak perlu ditangan MK.
Sebab DPR sebagai pembentuk Undang-Undang (UU), DPR dapat mengubah poin dalam Pasal Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang tengah digugat ini.
“Kalau DPR dan pemerintah sudah setuju mengapa tidak diubah saja undang-undangnya? Jadi, tidak perlu melempar isu ini ke MK untuk diselesaikan,” tuturnya.
“Jadi tidak ada perbedaan karena dari DPR juga implisit sudah setuju dan tidak ada perbedaan di fraksi-fraksinya. Kelihatan pemerintah juga setuju, kan sederhana mengubahnya, dibawa ke DPR, diubah UU-nya, pasal itu sendiri, tidak perlu tangan MK,” Saldi menambahkan.