Bawaslu RI Ungkap Empat Tantangan dan Hambatan yang Akan Muncul di Pemilu 2024
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Totok Hariyono menjelaskan terdapat sejumlah tantangan dalam pelaksanaan pemilu 2024.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menjelaskan terdapat sejumlah tantangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Di antaranya politik identitas, politik uang, netralitas ASN/TNI/POLRI yang dilarang terlibat kampanye, dan penyebaran berita hoaks.
“Tantangan dan hambatan dalam pemilu, tentu banyak dan itu juga merupakan bagian dari tantangan kita (Bawaslu),” ujar ujar Anggota Bawaslu RI, Totok Hariyono, dalam keterangannya, Jumat (9/1/2023).
Koordinator penyelesaian sengketa ini menjelaskan, salah satu tantangan yang akan dihadapi adalah politik identitas. Dalam gelaran pesta demokrasi, kerap terjadi politisasi identitas. Hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat.
"Peserta maupun pendukung dilarang untuk menghasut dan menebar kebencian. Karena bisa menimbulkan hasrat pertentangan, perbedaan SARA," ungkapnya.
Kedua, sambung Totok, politik uang juga menjadi persoalan yang menjadi perhatian Bawaslu.
Untuk mencegah politik uang, Bawaslu mengajak masyarakat terutama mahasiswa untuk berani menolak uang yang disodorkan oleh oknum-oknum tertentu, yang ingin meraih suara dalam pemilu.
“Dulu taglinenya ambil uangnya, jangan pilih orangnya. Sekarang jangan ambil uangnya, jangan pilih orangnya, laporkan ke Bawaslu," tegasnya.
Totok menambahkan, yang ketiga, ialah ihwal netralias ASN.
Ia menjelaskan, setiap ASN dilarang ikut kampanye dan memihak kepada salah satu peserta pemilu yang sedang berkompetisi. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Netralitas ASN.
"Dalam menindak pelanggaran netralitas ASN, Bawaslu tidak bisa bekerja sendirian. Harus koordinasi dengan stakeholder terkait. Ada aturan yang tidak bisa dilampaui oleh Bawaslu," tuturnya.
Terakhir, kata Totok, berita hoax yang berbahaya adalah disinformasi karena ada unsur kesengajaan.
Dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 280 menyatakan tidak boleh menyebarkan berita bohong.
Ada juga Undang-Undang ITE Nomor 11 tahun 2008 dan perubahannya Nomor 19 Tahun 2016 yang menyatakan tidak boleh menyebarkan berita hoax yang menimbulkan kebencian, hasutan, dengan ancaman hukuman 6 tahun.
Baca juga: Bawaslu Surati Polri Minta Informasi Dugaan Calon Anggota Bawaslu Kabupaten Puncak Terafiliasi OPM
“Sudah ada rambu-rambunya berita hoax itu, tapi Bawaslu tidak punya alat, maka kita kerjasama dengan kominfo, dengan polisi cyber untuk patroli cyber lalu kita berikan kajian kalau itu memang pelanggaran dan terbukti, lalu Bawaslu meminta Kominfo untuk takedown," tuturnya.