Buku 'Hitam Putih Ganjar' Dinilai Sebagai Manifesto Penyambung Ideologi Kerakyatan
Menurutnya, buku "Hitam Putih Ganjar" dapat menjadi embrio dari gagasan atau ide besar, bahkan menjadi prinsip dasar dalam berpolitik dan bernegara.
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gajah Mada (UGM), Ari Dwipayana memberikan apresiasi tinggi terhadap buku "Hitam Putih Ganjar" yang baru-baru ini diluncurkan.
Adapun buku ini memuat jejak kepemimpinan Ganjar Pranowo selama menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Menurutnya, buku ini mengandung pemikiran-pemikiran yang sangat berharga untuk dipelajari oleh masyarakat.
Namun, Ari menekankan bahwa tujuan dari buku ini bukan sekadar menyajikan laporan kinerja atau statistik belaka.
Ia berharap buku ini akan menjadi sebuah manifesto ideologis, politik, dan karya.
Menurutnya, hal ini penting untuk menyambungkan ideologi dengan tindakan nyata.
"Saya ingin buku ini menjadi manifesto. Manifesto ideologis, manifesto politik, dan manifesto karya, ini penting karena menyambung ideologi kekaryaan," ucap Ari saat peluncuran buku di Hotel Fairmont, Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Ari juga menyoroti bahwa mengubah pemikiran menjadi karya nyata bukanlah hal yang mudah.
Dia menilai diperlukan kemampuan untuk menggabungkan ide-ide tersebut secara sinergis.
Untuk mengilustrasikan hal ini, dia membandingkan Ganjar dengan seorang ideolog, menyatakan bahwa seorang ideolog belum tentu mampu mengaplikasikan gagasannya dalam satu buku.
"Seorang ideolog belum tentu menurunkan apa yang menjadi pemikiran gagasan besar itu menjadi karya-karya, itulah sebabnya kepemimpinan Indonesia adalah kombinasi antara kepemimpinan ideologi dan kepemimpinan kerja," jelasnya.
Ari menekankan pentingnya bagi seorang pemimpin untuk dapat menggabungkan kepemimpinan ideologi dan kepemimpinan kerja.
Menurutnya, buku "Hitam Putih Ganjar" dapat menjadi embrio dari gagasan atau ide besar, bahkan menjadi prinsip dasar dalam berpolitik dan bernegara.
"Ojo Korupsi, Ojo Ngapusi" - jargon yang sering diucapkan Ganjar, yang berarti jangan korupsi dan jangan membohongi - juga diangkat oleh Ari sebagai contoh konkret dari upaya Ganjar dalam menjawab tantangan integritas yang masih menjadi persoalan di negeri ini.
Dia menegaskan bahwa Ganjar tidak hanya berhenti pada level gagasan, melainkan juga mampu mengimplementasikan gagasan tersebut ke dalam langkah politik dan program kerja.