Momen Din Syamsuddin Sebut Yenny Wahid sebagai Bakal Cawapres di Forum Internasional
Yenny Wahid menjelaskan tentang pengalaman Indonesia dalam mengembangkan koeksistensi dan toleransi di antara pemeluk berbagai agama.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin dan Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid menghadiri Konferensi Internasional oleh Komunitas Sant’ Egidio tentang Tekad Menciptakan Perdamaian (The Audacity of Peace) di Berlin, Jerman, 10-12 September 2023.
Dalam acara ini, selentingan Din Syamsuddin--yang menjadi moderator acara--saat memperkenalkan Yenny Wahid sebagai bakal calon Wakil Presiden, mendapat respons dari ratusan peserta dari utusan berbagai negara,
Bahkan, pada waktu makan siang atau malam banyak peserta yang datang menyalami Yenny Wahid dan bertanya ke Din Syamsuddin apakah hal demikian akan menjadi kenyataan.
Baca juga: Modal Elektabilitas Tinggi, Pengamat Nilai Yenny Wahid Bisa Lengkapi Kemenangan Prabowo atau Ganjar
Seperti diketahui, Yenny Wahid sendiri mewakili organisasi terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Turut hadir pula dalam acara itu Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu’ti.
Dalam sesi yang lain, Yenny Wahid menjelaskan tentang pengalaman Indonesia dalam mengembangkan koeksistensi dan toleransi di antara pemeluk berbagai agama.
"Dengan cara toleransi bangsa Indonesia yang majemuk atas dasar agama, suku, bahasa dan budaya dapat hidup secara damai mewujudkan cita-cita bersama," kata puteri mantan Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Yenny juga menyoroti dunia saat ini yang sedang dilanda konflik. Menurutnya, yang berkuasa tidaklah selalu benar. Namun di Indonesia, kata dia, selalu berusaha melakukan yang benar.
"80 persen populasi dunia menurut World Economic Forum sangat menghargai keyakinan beragama, ini kekuatan besar dunia," ucapnya.
Sementara itu Din Syamsuddin, dalam pengantarnya pada acara ini mengatakan bahwa kerusakan dunia yang bersifat akumulatif dewasa ini membawa ketakteraturan (disorder) dan ketakpastian (uncertainty) masa depan harus segera ditanggulangi bersama.
Menurutnya, sejak berakhirnya Perang Dingin, dunia tidak baik-baik saja. Terjadi seratus lebih konflik bersenjata di berbagai belahan dunia.
Baik atas dasar komunalisme, etnik-kebangsaan, keagamaan, perjuangan memerdekakan diri, maupun atas dasar kepentingan ekonomi dan politik.
Maka oleh karena itu, kata Professor Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini, umat berbagai agama harus bersatu padu, bahu membahu mengatasi ketiadaan perdamaian.
Dalam kaitan ini, lanjut Ketua Poros Dunia Wasatiyyat Islam, dialog antar umat berbagai agama harus ditingkatkan.
Namun, dialog itu memerlukan paradigma baru, yaitu dialog berasaskan kejernihan, keterbukaan, keterusterangan, dan untuk memecahkan masalah.
Dalam kesempatan berbeda, Sekum PP Muhammadiyah Abdul mu'ti tampil sebagai pembicara pada sesi lain tentang Seni Hidup Bersama di Dunia Runtuh (The Art of Living Together in a Shatterred World) mendapat respons positif dari audiens.
Menurut Guru Besar UIN Jakarta ini, hidup bersama di alam kemajemukan memerlukan seni, dan seni itu dapat menyelamatkan manusia di tengah dunia yang porak poranda.
Konferensi Tahunan Komunitas Sant’ Egidio ini sangat bergengsi, selain dihadiri oleh ratusan tokoh teras agama-agama dunia, juga menampilkan tema-tema menarik dan relevan dengan situasi peradaban manusia masa kini
Untuk itu, lanjut Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations/CDCC ini, diperlukan kolaborasi semua pihak, termasuk penentu kebijakan, ilmuwan, dan aktivis sosial.
Konferensi Tahunan Komunitas Sant’ Egidio ini selain dihadiri oleh ratusan tokoh teras agama-agama dunia, juga menampilkan tema-tema menarik dan relevan dengan situasi peradaban manusia masa kini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.