Pengamat Ingatkan Konsekuensi Hukum Jika Hakim MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres- Cawapres
Ketua MK Anwar Usman harus men-declare mundur dari persidangan perkara a'quo, karena terdapat benturan kepentingan
Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
"Makanya hari senin nanti MK harus berada dalam posisi itu, jika tidak, maka ini akan menjadi penasbihan julukan nitizen bahwa MK adalah Mahkamah keluarga," kata Ridwan.
Baca juga: Empat Nama Bacawapres Prabowo, Pengamat: Gibran, Khofifah, Erick Thohir, dan Airlangga
Terkait behind design uji materi ini, kata Ridwan , yakni dorongan Gibran untuk di capreskan, dari segi etika politik, saya kira ini menjadi preseden buruk bagi demokasi kita.
"Keadaban publik para politisi telah berada di titik terendah. Di samping Gibran masih kader PDI Perjuangan, juga anak seorang presiden yg juga kader PDI Perjuangan, kok mau dibajak begitu saja. Ini memalukan, jika Jokowi mengiyakan design tersebut, lebih menggelikan dan menjijikkan saya kira, dan akan menjadi Presiden yg suul khotimah," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) sekaligus pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 apabila mengubah batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) melalui putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Oce menjelaskan MK telah menegaskan bahwa isu konstitusionalitas persyaratan usia minimum bagi seseorang untuk mencalonkan diri sebagai pejabat publik merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pada berbagai putusan MK terdahulu.
Menurut Oce, itu artinya penentuan syarat usia minimum bagi pejabat publik merupakan kewenangan sepenuhnya pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Pemerintah, bukan kewenangan MK.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.