Gelar Unjuk Rasa, Mahasiswa Tolak Gugatan Ubah Batas Usia Capres-Cawapres
sangat menolak keras terhadap gugatan perubahan batas usia minimal Capres-Cawapres 40 tahun seperti tertuang di Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Aksi dari Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi, Sulhan menyatakan bahwa pihaknya sangat menolak keras terhadap gugatan perubahan batas usia minimal Capres-Cawapres 40 tahun seperti tertuang di Pasal 169 huruf q UU Pemilu (UU Nomor 7 Tahun 2017).
"Permohonan perubahan batas usia itu kami nilai sangat politis, hanya demi memuluskan kepentingan kelompok atau ‘birahi’ partai politik tertentu. Apalagi dilakukan jelang Pemilu 2024," kata Sulhan dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (16/10/2023).
Bahkan ia pun sampai harus melakukan aksi unjuk rasa di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk penyampaian nota protes mereka kepada majelis hakim MK yang dipimpin oleh Anwar Usman itu.
"Merujuk pada kebijakan hukum terbuka atau open legal policy yang biasa dijalankan MK dalam berbagai pengujian undang-undang, permohonan perubahan batas usia capres-cawapres itu harusnya bisa dipastikan ditolak oleh MK," tegasnya.
Ada lima poin tuntutan Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrai yang disampaikan di dalam aksi unjuk rasa tersebut. Pertama, secara tegas mereka menolak perubahan yang diajukan oleh sejumlah kalangan terkait batas usia minimal itu.
"Menolak perubahan batas usia capres-cawapres," ucap Sulhan di poin pertama tuntutannya.
Kemudian, poin kedua adalah meminta secara tegas agar hakim MK tidak mengabulkan gugatan tersebut.
"Mendesak MK menolak permohonan perubahan batas usia capres-cawapres," sebutnya.
Ketiga, ia meminta agar jika pun ada perubahan terhadap poin di Pasal 169, maka hal itu bisa dilakukan dengan mekanisme legislasi di DPR RI, yakni melalui sidang paripurna.
"Perubahan batas usia capres-cawapres bukan ranah MK. Regulasi terkait batas usia itu harus dibuat oleh pembuat undang-undang, yaitu DPR dan presiden," tuturnya.
Keempat disampaikan Sulhan adalah, MK harus berdiri sendiri tanpa ada kepentingan pihak lain. Hal ini demi menjaga marwah besar MK sebagai lembaga yudikatif tertinggi dalam sistem administrasi pemerintahan di Indonesia.
"MK harus independen dan menjaga marwahnya dengan menolak permohonan perubahan itu," katanya.
Terakhir, ia berharap agar jika pun ada perubahan pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bisa dilaksanakan usai Pemilu 2024, bukan saat pemilu tengah berjalan.
Baca juga: Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Ditolak, Wapres: Pemerintah Terima Putusan MK
"Kalaupun mau diubah, perubahannya harus dilakukan setelah Pemilu 2024," tegasnya.