MKMK Putuskan Laporan Hakim pada 7 November, Jika Ketua MK Bersalah, Gibran Gagal Jadi Cawapres?
Jimly mengungkapkan, saat ini ada sebanyak 18 laporan dugaan pelanggaran etik hakim diterima MKMK.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memastikan putusan terkait sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK akan selesai pada 7 November 2023.
Hal itu, dijelaskan Jimly, karena ada pemohon yang meminta agar putusan tersebut dibacakan sebelum tanggal 8 November 2023 yangmerupakan batas terakhir pengusulan bakal calon pengganti capres-cawapres di KPU.
Baca juga: Putusan MK Soal Syarat Capres-Cawapres Kehilangan Sifat Final and Binding
"Kami mendiskusikannya (permintaan pelapor), kesimpulannya adalah kita penuhi permintaan itu maka kita rancang putusan ini harus sudah selesai tanggal 7," kata Jimly saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Menurut Jimly hal itu dilakukan agar publik tidak menganggap penyelesaian laporan dugaan pelanggaran etik sengaja dibuat molor.
"Kenapa tanggal 7 karena kita ingin memastikan jangan sampai timbul kesan misalnya ada orang menganggap wooo sengaja ini dimolor molorin. Padahal sebetulnya ini sudah terlalu cepat ini bekerjanya (MKMK) itu," jelas Jimly.
Baca juga: Kecam Putusan MK yang Buka Jalan bagi Gibran, Elite PDIP: Keputusan Kaum Tiran
"Tugas kita 30 hari harusnya, cuma ada yang nanti bisa menganggap waduh ini sengaja dimolor-molor. Maka kita sepakati putusan tanggal 7," sambungnya.
Selain itu, Jimly mengatakan hal ini dilakukan juga untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.
"Dan di samping itu ini juga untuk keperluan memastikan supaya masyarakat politik kita ini mendapatkan kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum yang adil supaya jangan kemana-mana lagi berpikirnya sesudah keputusan MKMK ini," ucapnya.
Sebagai informasi, MKMK menggelar sidang pendahuluan dengan memanggil 9 hakim konstitusi selaku terlapor.
Adapun sidang untuk hakim digelar tertutup.
MKMK Terima 18 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menggelar sidang pendahuluan dengan 9 hakim konstitusi, Senin (30/10/2023).
Hal ini terkait sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik hakim yang masuk ke MK.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, dalam sidang tersebut menyampaikan soal mekanisme pemeriksaan dan jadwal.
"Jadi sesudah bersembilan (disidang), nanti ada pemeriksaan sendiri-sendiri biar mereka (hakim konstitusi) bebas. Itu menyampaikan segala sesuatu yang mereka alami terkait dengan laporan itu masing-masing," kata Jimly, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Jimly mengungkapkan, saat ini ada sebanyak 18 laporan dugaan pelanggaran etik hakim diterima MKMK.
Ia mengatakan, jumlah tersebut didominasi oleh laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Ketua MK Anwar Usman.
Baca juga: Penggugat Sistem Proposional di MK Kini Gugat Pendaftaran Gibran ke PN Jakpus
"Jadi sekarang sudah 18 laporan. Jadi sudah nambah lagi ini dua hari ini. Dari 18 itu, ada 6 isu. Kemudian ada 9 terlapor tapi yang paling pokok, paling utama, paling banyak itu Pak Anwar Usman," ucap Jimly.
"Itu Pak Anwar Usman paling banyak. Kedua, Pak Saldi. Ketiga, Pak Arief. Itu yang paling banyak," sambungnya.
"Selain itu ya bersama-sama (hakim terlapor). Ada yang bersama-sama 5 orang (hakim), ada yang 2 orang, ada yang sama-sama 9 orang," ujarnya.
Lebih lanjut, Jimly menyampaikan, sidanga akan digelar per sidang per satu hakim konstitusi.
"Dan kemungkinan khusus untuk ketua (Anwar Usman) dua kali. Pertama besok, terakhir nanti diperiksa lagi Karena dia paling banyak," kata Jimly.
Anwar Usman Bakal Disidang MKMK Soal Dugaan Pelanggaran Etik Malam Ini
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mulai besok, Selasa (31/10/2023).
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, Ketua MK Anwar Usman mendapat giliran pertama untuk dihadirkan dalam sidang.
Sidang tersebut akan dilakukan secara tertutup.
"Besok itu, Pak Anwar Usman, tapi itu malam. Kalau yang malam dengan hakim Anwar Usman, itu (sidang) tertutup," kata Jimly, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Tak hanya Anwar Usman, Jimly mengungkapkan, kemungkinan MKMK juga akan menggelar sidang terhadap hakim konstitusi Saldi Isra, besok malam.
Meski demikian, Jimly belum bisa memastikan soal kehadiran Saldi Isra dalam sidang tersebut.
Baca juga: Jimly Pastikan Rancangan Putusan MKMK soal Laporan Etik Selesai 7 November 2023
Adapun ia memastikan semua hakim akan dihadirkan dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik.
"Mungkin besok itu dua, sesudah Anwar Usman dan Pak Saldi. Baru nanti, besok lagi. Pokoknya semua (hakim konstitusi) dapat giliran," ucapnya.
Baca juga: Soroti Kondisi MK, Sekjen PKS Khawatirkan Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu 2024
Lebih lanjut, Jimyl mengatakan, MKMK tak hanya menggelar sidang yang dihadiri per hakim konstitusi. Tapi juga sidang yang menghadirkan sebagian atau semua hakim konstitusi.
Jumlah hakim terlapor yang dipanggil menghadiri sidang disesuaikan dengan laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
"Selain itu, ya (disidang) bersama-sama. Ada yang bersama-sama lima orang (hakim konstitusi). Ada yang dua orang, ada yang sama-sama sembilan orang," kata Jimly.
Ia menegaskan, agenda sidang yang menghadirkan hakim konstitusi tidak digelar secara terbuka untuk umum. Sebab, Jimly menjelaskan, hal itu terkait ketentuan sidang untuk hakim yang sudah diatur dalam Peraturan MK (PMK).
Meski demikian, sidang beragendakan pemeriksaan pelapor dilakukan secara terbuka.
"Ya jangan (sidang terbuka) karena di peraturan PMK-nya, itu terutup. Hukum acaranya itu bilang tertutup, tertutup sepanjang menyangkut hakimnya," jelas Jimly.
Sebagai informasi, MKMK menggelar sidang pendahuluan dengan memanggil 9 hakim konstitusi selaku terlapor, pada Senin (30/10/2023) hari ini.
Adapun sidang untuk hakim digelar tertutup.
Jika Ketua MK Bersalah, Gibran Gagal Jadi Cawapres?
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman akan mulai disidang oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK), Selasa (31/10/2023) besok.
Adik ipar Presiden Joko Widodo itu akan diperiksa seorang diri.
Hal tersebut diungkapkan oleh ketua MKMK Jimly Asshiddiqie usai sidang pendahuluan dengan sembilan hakim konstitusi pada Senin (30/10/2023) sore.
Sidang pemeriksaan Anwar Usman akan digelar tertutup sesuai dengan hukum acara yang diatur di dalam Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023 tentang MKMK.
Jimly mengatakan, Anwar Usman akan menjadi satu-satunya hakim konstitusi yang diperiksa dua kali sebelum MKMK membuat putusan.
Baca juga: Profil Hakim Arief Hidayat, Dilaporkan ke MKMK Imbas Kritik Putusan MK
Menurut rencana, MKMK akan membuat keputusan terkait dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya paling lambat pada 7 November 2023.
Hal itu dimaksudkan agar putusan etik itu tidak melebihi tenggat pengusulan bakal calon presiden-wakil presiden pengganti yang dijadwalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, yakni paling lambat 8 November 2023.
Jimly Asshiddiqie menyampaikan bahwa pihaknya memang menerima permintaan dari pelapor supaya dapat memutus perkara etik ini secara cepat sebab proses pencalonan presiden-wakil presiden di KPU RI masih bergulir.
"Kami mendiskusikannya. Kesimpulannya adalah kita penuhi permintaan itu. Maka kita rancang putusan ini harus sudah selesai tanggal 7 (November)," ujar Jimly.
"Kenapa tanggal 7, karena kita ingin memastikan jangan sampai timbul kesan, misalnya, ada orang menganggap sengaja ini dimolor-molorin, padahal sebetulnya ini sudah terlalu cepat ini bekerjanya," katanya lagi.
Sebagai informasi, menurut Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023, sebetulnya MKMK memiliki waktu kerja 30 hari.
Namun, Jimly meyakini bahwa mereka dapat tetap bekerja dengan teliti dan cermat dalam kurun waktu yang lebih cepat dalam sepekan ke depan.
"Ini juga untuk keperluan memastikan supaya masyarakat politik kita ini mendapatkan kepastian hukum dan keadilan," ujar Jimly.
Sementara itu, dalam tahapan pemilihan presiden (Pilpres) 2024, pengusulan calon pengganti dimulai 26 Oktober sampai 7 November 2023.
Baca juga: Masinton PDIP: Putusan MK Terkait Usia Capres-cawapres Dirancang untuk Melanggengkan Kekuasaan
Sebelumnya, Jimly membuka kemungkinan putusan etik ini dapat menggugurkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat minimum usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang dianggap terdapat pelanggaran etik di dalamnya.
Namun, Jimly enggan berkomentar lebih jauh karena hal itu masuk ke dalam ranah substansi. Ia meminta publik menanti putusan etik saja.
Untuk diketahui, usul agar MKMK bekerja cepat agar sanggup memutus perkara etik ini sebelum 8 November 2023 disampaikan oleh eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana yang turut menjadi salah satu pelapor.
Pasalnya, laporan dugaan pelanggaran etik ini berkaitan erat dengan Pilpres 2024 yang akhirnya akan diikuti salah satu calon yang memperoleh kesempatan maju gara-gara putusan MK, yaitu putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka.
"Salah satu yang menjadi perhatian publik dan pertanyaan publik adalah apakah ada gunanya pemeriksaan ini," kata Denny dalam sidang perdana MKMK, Kamis (26/10/2023).
"Karena concern kami dengan putusan kasus No 90 yang kontroversial itu adalah keterkaitannya dengan pasangan calon di Pilpres 2024, dan waktu terakhir untuk mengajukan penggantiannya adalah 8 November, 10 hari kerja dari sekarang," ujar pakar hukum tata negara yang berdomisili di Melbourne, Australia itu.
Dalam laporannya, Denny meminta agar putusan MKMK dapat membatalkan putusan MK tersebut, seandainya terbukti hakim konstitusi melanggar etik dan pedoman perilaku hakim.
Menurutnya, putusan itu layak dibatalkan karena cacat etik dalam proses penyusunannya, berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman.
Apabila sebelum 8 November 2023 putusan etik ini membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, maka nama Gibran masih bisa diganti sesuai tahapan pencalonan pilpres yang diatur KPU lewat Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023.
Sebab, Gibran jadi tidak memenuhi syarat batas usia minimal bakal capres-cawapres.
Mengingat, putusan MK yang menyatakan seseorang berusia di bawah 40 tahun maju asalkan sedang atau pernah menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menambahkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK menyatakan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.
Hal ini diputuskan MK dalam sidang pembacaan putusan uji materi terkait batas usia capres-cawapres perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang digelar Senin (16/10/2023).
Putusan ini dianggap sebagai 'jalan pintas' bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang kini berusia 36 tahun untuk mencalonkan wakil presiden.
Untuk itu sejumlah kalangan melaporkan Ketua MK Anwar Usman ke MKMK diduga terkait pelanggaran kode etik atas putusan itu.