Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MKMK Peroleh Bukti Rekaman Kejanggalan Pendaftaran Gugatan Batas Usia Capres dan Cawapres

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi mengaku sudah memperoleh bukti rekaman CCTV tentang kejanggalan pendaftaran gugatan batas capres dan cawapres.

Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Daryono
zoom-in MKMK Peroleh Bukti Rekaman Kejanggalan Pendaftaran Gugatan Batas Usia Capres dan Cawapres
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023). 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan sudah memperoleh bukti rekaman CCTV tentang kejanggalan pendaftaran gugatan batas capres dan cawapres pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Menurut Jimly gugatan tersebut pernah ditarik, tetapi kemudian penarikannya dibatalkan.

Jimly menyebut pihaknya akan memeriksa apakah ada kesalahan.

"(Bukti yang dikantongi) CCTV yang berkaitan dengan penarikan permohonan dan pencabutan dan kemudian diajukan lagi. Kita periksa salahnya di mana, belum tentu salah juga," kata Jimly kepada awak media hari Rabu, (1/11/2023), dikutip dari Kompas.com.

Di samping itu, Jimly sebelumnya juga memastikan akan melakukan pemeriksaan terhadap panitera perihal kejanggalan itu.

Pemeriksaan itu direncakan dilakukan pada hari Jumat, (3/11/2023).

Kejanggalan penarikan penarikan dan pendaftaran ulang berkas perkara dengan pemohon Almas Tsaqibbirru tersebut pernah disinggung oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan yang sama.

Berita Rekomendasi

Dalam pendapatnya itu Arief mengatakan kepaniteraan MK menerima surat penarikan gugatan yang dikirim kuasa hukum Almas pada hari Jumat, (29/9/2023). Surat tersebut bertanggal 26 September 2023.

Baca juga: Gerindra Tuding Sejumlah Pihak yang Permasalahkan Putusan MK Munafik

Akan tetapi, pada hari Sabtu, (30/9/2023), MK menerima surat baru dari kuasa hukum Almas bertanggal 29 September 2023.

Surat itu berisi pembatalan surat pencabutan gugatan yang susah mereka serahkan kepada MK sehari sebelumnya.

MK diminta oleh Almas dkk. untuk tetap memeriksa dan memutus perkara itu.

Kemudian, MK mengadakan sidang pada hari Selasa, (3/10/2023), guna mengonfirmasi pencabutan dan pembatalan pencabutan gugatan tersebut.

Kuasa hukum menyebut surat pembatalan penarikan gugatan itu diterima pada Sabtu malam, (30/9/2023), oleh Dani yang menjadi petugas keamanan MK.

Akan tetapi, menurut penelusuran Arief dengan mengacu kepada Tanda Terima Berkas Perkara Sementara (TTBPS) yang dicatat oleh MK, surat tersebut baru diterima hari Senin, (2/10/2023), pukul 12.04 WIB.

Di samping itu, Arief mengatakan pegawai MK yang menerima surat itu bukan Dani. Arief mengatakan pegawai MK yang namanya tercantum dalam TTBPS ialah Safrizal.

Baca juga: Beragam Reaksi Sikapi Hak Angket MK, Diusulkan PDIP, Didukung Ketua MKMK Hingga Ditolak Gerindra

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie, Rabu (1/11/2023).
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie, Rabu (1/11/2023). (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)

Dia juga heran lantaran kepaniteraan MK meregistrasi surat itu pada hari Sabtu (30/9/2023) atau hari libur, bukan pada hari Senin (2/10/2023) seperti yang tercantum dalam TTBPS.

Menurut Arief pemohon telah mempermainkan kehormatan MK. Pemohon juga dituding tidak serius dalam mengajukan gugatan.

Arief menyebut pemohon seharusnya tidak bisa mengajukan kembali gugatan yang telah mereka cabut.

Hal seperti itu diatur dalam Pasal 75 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf c pada Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 yang mengatur tata beracara dalam perkara pengujian undang-undang.

Sementara itu, MK dinilai semestinya menolak surat pembatalan penarikan perkara dan tidak memeriksa, terlebih lagi mengabulkan permohonan.

Baca juga: Jimly Sebut Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Masuk Akal Dibatalkan, Gibran Terancam?

Masuk akal untuk dibatalkan

Jimly menyebut putusan MK tentang batas usia capres dan cawapres masuk akal untuk dibatalkan.

Hal ini disampaikannya dalam sidang pemeriksaan etik hakim MK yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, (1/11/2023).

Pendapat Jimly itu mengacu kepada UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang UU Kehakiman.

"Jadi setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya. Kan, permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan, gitu lho dengan merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman (pasal) 17 yang ayat 7-nya," kata Jimlu dikutip dari Kompas TV.

Sebagai informasi, Pasal 17 ayat 3 dan 4 UU Nomor 48 Tahun 2009 dijelaskan bahwa ketua majelis hingga panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan jika memiliki hubungan keluarga atau hubungan suami istri meski sudah bercerai.

(Tribunnews/Febri/Yohanes Liestyo) (Kompas.com/Vitoria Mantalean)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas