Bantah Ada Konflik Kepentingan soal Putusan 90, Anwar Usman Bawa-Bawa Jimly hingga Mahfud MD
Anwar Usman menyebut nama Jimly dan Mahfud MD saat membantah tudingan adanya konflik kepentingan dalam putusan soal batas usia capres-cawapres.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman membantah adanya conflict of interest atau konflik kepentingan terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres.
Dalam bantahannya, Anwar turut menyebut nama Jimly Asshiddiqie hingga Mahfud MD dalam kapasitas sebagai mantan Ketua MK.
Selain keduanya, dia juga turut menyebut nama mantan Ketua MK lainnya yaitu Hamdan Zoelva dan Arief Hidayat.
Anwar menjelaskan dia mencontoh pendahulunya itu dalam memutuskan perkara meski kadang dianggap untuk mementingkan pribadi yaitu tetap berpegang teguh atas asas dan norma yang berlaku.
"Dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, sebagai hakim karier, saya tetap mematuhi asas dan norma yang berlaku di dalam memutus perkara dimaksud," katanya dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023) dikutip dari YouTube MK.
"Terkait dengan isu konflik kepentingan (conflict of interest), sejak era kepemimpinan Prof Jimly, dalam Putusan Nomor 004/PUU-I/2003, Putusan 006/PUU-II/2004, Putusan Nomor 005/PUU-IV/2006 yang membatalkan pengawasan KY terhadap Hakim Konstitusi maupun Putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011 di era kepemimpinan Prof. Mahfud MD, Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013, Putusan Nomor 001-002/PUU-XII/2014 yang membatalkan perppu MK di era kepemimpinan Bapak Hamdan Zoelva, putusan perkara 53/PUU-XIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era kepemimpinan Prof Arief Hidayat."
"Selanjutnya putusan perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020 yang mana dalam putusan tersebut, terhadap pengujian Pasal 87A karena norma tersebut menyangkut jabatan Ketua dan Wakil Ketua, dan ketika itu saya adalah Ketua MK, meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung tetapi saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof Saldi Isra dalam Pasal 87b terkait usia yang belum memenuhi syarat," jelas Anwar.
Baca juga: Peradilan Etik MKMK Dilakukan Terbuka, Anwar Usman: Menyalahi Aturan
Lebih lanjut, Anwar mengungkapkan segala pengujian perkara di MK adalah bersifat umum dan bukannya pribadi atau individual.
Sehingga, ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu pun bertanya apakah dirinya selaku hakim konstitusi dan Ketua MK harus mengingkari putusan terdahulu terkait yurisprudensi dan norma hukum yang berlaku disebabkan adanya tekanan publik atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu.
Atau, di sisi lain, harus mundur dari penanganan perkara 96/PUU-XVIII/2020, demi menyelamatkan diri sendiri.
"Sebagaimana saya jelaskan di atas, jika hal itu saya lakukan, maka sama halnya saya menghukum diri sendiri karena tidak sesuai dengan keyakinan saya sebagai hakim dalam memutus perkara."
"Bahkan, secara logis, sangat mudah bagi saya untuk sekadar menyelamatkan diri sendiri, dengan tidak ikut memutus perkara tersebut," kata Anwar.
Sementara terkait putusan 90, Anwar Usman menilai jika memang tujuan putusan yang sudah diketok palu itu demi meloloskan pasangan capres-cawapres tertentu, maka dirinya pun menegaskan tidak memperoleh keuntungan apapun.
"Karena jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut, ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon, dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," ujarnya.