Denny Indrayana Sarankan Anwar Usman Mundur dari Hakim MK: Masih Adakah Sisa Harga Diri?
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menyarankan agar Anwar Usman mundur sebagai hakim konstitusi.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menyarankan agar Anwar Usman mundur sebagai hakim konstitusi.
Hal itu disampaikan Denny Indrayana menanggapi hasil putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait pelanggaran etik 9 hakim konstitusi dalam memutus perkara mengenai batas usia capres-cawapres, Selasa (7/11/2023).
MKMK menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat yang tertuang dalam Sapta Karsa Utama seperti prinsip ketakberpihakan hingga kesopanan.
MKMK pun menjatuhkan sanksi berupa pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK.
Atas temuan pelanggaran etik berat itu, Denny Indrayana meminta Anwar Usman tahu diri dan mundur sebagai hakim konstitusi.
"Akan lebih pas jika Anwar Usman tahu diri dan mundur sebagai hakim konstitusi," kata Denny dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Rabu (8/11/2023).
"Meskipun, terus terang saya tidak yakin, tindakan yang terhormat demikian akan dilakukan," lanjutnya.
Baca juga: Pandangan Mantan Hakim MK soal Apakah Anwar Usman Harus Mundur: Tergantung yang Bersangkutan
Denny menyinggung soal sisa harga diri dan rasa malu Anwar Usman jika memilih bertahan sebagai hakim konstitusi.
"Setelah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat, yaitu melanggar Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, masih adakah sisa harga diri dan rasa malunya untuk bertahan," kata Denny.
Pakar Hukum Tata Negara itu pun mengaku menyesalkan putusan MKMK yang hanya memilih Anwar Usman diberhentikan dari Ketua MK bukan dipecat sebagai hakim konstitusi.
"MKMK memilih menjatuhkan sanksi pemberhentian jabatan sebagai Ketua MK, padahal seharusnya pemecatan sebagai negarawan hakim konstitusi."
"Padahal aturannya dengan jelas-tegas mengatakan, pelanggaran etika berat sanksinya hanyalah pemberhentian dengan tidak hormat," ucapnya.
Denny memprihatinkan pertimbangan MKMK yang memutus Anwar Usman tersebut hanya karena menghindari banding.
"Karena alasan menghindari banding, MKMK memilih hanya memberhentikan Anwar Usman dari posisi sebagai Ketua MK."
"Lagipula ada konsep hukum acara, uitvoerbaar bij voorraad, putusan bisa tetap dijalankan lebih dulu meskipun ada upaya hukum banding. "
"Putusan MKMK yang demikian adalah setengah jalan, separuhnya lagi tergantung kesadaran Anwar Usman," katanya.
Seruan mundur ini sebelumnya juga diutarakan sejumlah mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Maruarar Siahaan, hakim konstitusi periode 2003-2008 mengatakan, harusnya Anwar mengundurkan diri.
"Oleh karena itu barang kali ini agar efektif, kalau di shame culture di mana ada shame culture itu sudah tidak usah saya terjemahkan. Semua orang akan mundur kalau keadaan seperti ini," ujar Maruarar, Selasa (7/11/2023) malam.
Menurutnya, pemecatan itu memang bukan kewenangan MKMK.
"Karena sorry to say, Pak Anwar iparnya presiden. Yang mengeluarkan keputusan pemberhentian nanti ya Pak Presiden," ujar Maruarar.
Anwar Usman Dapat Sanksi Paling Berat
MKMK telah menjatuhi sanksi etik kepada sembilan hakim MK, Selasa (7/11/2023).
Dalam putusannya, MKMK menjatuhi teguran lisan hingga sanksi berat berupa pencopotan jabatan yang dijatuhkan kepada Anwar Usman.
Sanksi lisan dijatuhkan kepada seluruh hakim MK lantaran bocornya RPH ke publik lewat artikel yang diterbitkan oleh salah satu media massa online nasional.
Selain itu, adapula putusan etik yang dijatuhkan secara perseorangan kepada hakim MK, yakni hakim konstitusi, Arief Hidayat.
MKMK menjatuhi sanksi teguran tertulis kepada Arief lantaran dinilai menyudutkan martabat MK di depan publik ketika menjadi pembicara di acara Konferensi Hukum Nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) serta dalam siniar (podcast) di salah satu media nasional.
Sanksi paling berat dijatuhkan kepada Anwar Usman.
MKMK juga menjatuhkan sanksi berupa pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK.
MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat yang tertuang dalam Sapta Karsa Utama seperti prinsip ketakberpihakan hingga kesopanan.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Selasa.
Selain itu, MKMK juga menjatuhi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatan berakhir.
"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," pungkas Jimly.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.