Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sesalkan Putusan MKMK, Denny Indrayana: Gibran Jadi Cawapres dari Hasil Putusan Tak Beretika

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, sebut Gibran Rakabuming Raka jadi cawapres dari hasil putusan tak beretika.

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Sesalkan Putusan MKMK, Denny Indrayana: Gibran Jadi Cawapres dari Hasil Putusan Tak Beretika
Istimewa
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana (kiri) dan Bakal calon wakil presiden Koalisi Indonesia Maju (KIM) Gibran Rakabuming Raka (kanan) - Denny Indrayana, sebut Gibran Rakabuming Raka jadi cawapres dari hasil putusan tak beretika. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengaku menghormati sekaligus juga menyesalkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)

MKMK baru saja memutuskan memberhentikan Ketua MK, Anwar Usman, dari jabatannya karena pelanggaran etik, Selasa (7/11/2023).

Meski ditemui pelanggaran etik berat, MKMK memastikan putusan itu tak mempengaruhi perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Adapun perkara MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu dinilai sebagai karpet merah untuk melenggangkan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Dengan temuan pelanggaran etik berat dalam pemutusan perkara itu, Denny pun menilai Gibran menjadi cawapres dari hasil putusan tak beretika. 

"Gibran menjadi cawapres dari hasil putusan yang tak beretika, sewajarnya MK membatalkannya," kata Denny dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Rabu (8/11/2023). 

Baca juga: Denny Indrayana Sarankan Anwar Usman Mundur dari Hakim MK: Masih Adakah Sisa Harga Diri?

Denny menilai, MKMK berlindung pada asas final and binding, sehingga membiarkan perkara nomor 90 itu tetap berlaku. 

BERITA REKOMENDASI

Asas final and binding berarti suatu putusan akhir yang memiliki kekuatan mengikat dan tidak dapat dibantah lagi.

Ia menilai seharusnya putusan itu bisa dibatalkan, karena perkara tersebut terbukti lahir dari berbagai pelanggaran etik dari para hakim konstitusi. 

"Dengan berlindung pada asas final and binding, MKMK membiarkan Putusan 90 yang dinyatakan lahir dari berbagai pelanggaran etika hakim konstitusi Anwar Usman tetap berlaku dan tidak mempengaruhi proses pendaftaran Pilpres 2024," ucapnya.

Denny menilai, jika putusan perkara 90 memang tak bisa dibatalkan langsung oleh MKMK, seharusnya MKMK bisa meminta MK segera melakukan pemeriksaan kembali terkait perkara nomor 90 itu. 

"Maka, jikapun tidak bisa menyatakan Putusan 90 tidak sah, paling tidak MKMK menyatakan dengan tegas dalam amarnya, agar Mahkamah Konstitusi memeriksa kembali perkara 90 dengan komposisi hakim yang berbeda, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sebelum berakhir masa penetapan paslon Pilpres 2024 oleh KPU."

"Hal itu penting, justru untuk membuat pencawapresan Gibran Rakabuming Raka tidak terus dipersoalkan karena hadir dari hasil putusan MK yang telah dinyatakan melanggar etika," katanya. 

Denny juga menyangsikan pernyataan MKMK yang menyebut aturan soal Pilpres 2024 sudah tidak bisa diubah lantaran proses kontestasi itu sudah dimulai. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas