Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Denny Indrayana Usulkan MK Percepat Putus Uji Formil Syarat Batas Usia Capres Terbaru

Denny Indrayana, mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) putus lebih cepat uji formil Putusan 90/2023 tentang syarat batas usia Capres-Cawapres terbaru.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Denny Indrayana Usulkan MK Percepat Putus Uji Formil Syarat Batas Usia Capres Terbaru
IST
Mahkamah Konstitusi. Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) putus lebih cepat uji formil Putusan 90/2023 tentang syarat batas usia Capres-Cawapres terbaru. 

"Menyatakan pembentukan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian dikutip dari situs resmi MK, Senin (6/11/2023).

Dalam permohonannya, Para Pemohon menyatakan, ada cacat formil dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan
90/PUU-XXI/2023.

Hal itu diperkuat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan terdapat 11 temuan dugaan pelanggaran etik hakim dalam perkara a quo, yakni:

i. hakim yang dinilai punya konflik kepentingan tidak mundur dan memutus perkara;
ii. hakim membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa;
iii. disenting opinion yang disampaikan dinilai tidak substantif;
iv. publik tahu terlalu banyak soal masalah internal Mahkamah Konstitusi;
v. dugaan pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim;
vi. lambatnya proses pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, padahal
mekanismenya sudah tertuang di Undang-Undang;
vii. management dan mekanisme pengambilan keputusan dianggap cacat prosedur;
vii. Mahkamah Konstitusi dinilai sudah dijadikan alat politik;
ix. adanya pemberitaan di media yang sangat rinci;
x. ada hakim yang berbohong soal pengambilan keputusan; dan
xi. ada pembiaran oleh delapan hakim lainnya saat Anwar Usman mengambil keputusan padahal posisi Anwar Usman sarat akan conflict of interest.

Selanjutnya, dalam permohonan provisi, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar meminta MK menunda keberlakukan Pasal 169 huruf g UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023.

"Bahwa selain itu, guna mempercepat jalannya perkara sehingga tidak menimbulkan gejolak yang
terus menerus terjadi, mengingat jadwal Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden akan berakhir pada 25 November 2023. Para Pemohon meminta agar perkara ini diadili secara cepat tanpa
meminta keterangan DPR, Presiden, serta Pihak Terkait," tulis Para Pemohon dalam Surat Permohonan.

Mereka juga meminta kepada Mahkamah agar perkara ini diperiksa, diadili, dan diputus
dengan tidak melibatkan Ketua MK Anwar Usman yang diduga memiliki benturan kepentingan atau conflict of interest.

Baca juga: Denny Indrayana: Putusan MKMK Gagal Hadirkan Keadilan Substantif

BERITA REKOMENDASI

Sebagai informasi, dua gugatan judicial review Pasal 169 huruf q UU Pemilu dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 telah didaftarkan ke MK.

Gugatan judicial review tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama, Brahma Aryana dan gabungan mahasiswa atas nama Ilham Maulana, Asy Syyifa Nuril bersama advokat Lamria Siagian dan Ridwan Darmawan.

Dengan demikian, saat inu terdapat tiga gugatan judicial review syarat batas minimal usia Capres-Cawapres dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023. Ketiga pemohon sama-sama meminta Ketua MK Anwar Usman tak ikut mengadili perkara yang mereka ajukan.

Sebelumnya, Hakim Konstitusi Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal tersebut ditegaskan dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ucap Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang di gedung MK, Selasa (7/11/2023).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," tegas Jimly.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas