Andi Widjajanto: Pengusulan Capres dan Cawapres 2024, Nepotisme Terlihat Brutal
Andi Widjajanto mengatakan nepotisme kembali terlihat brutal ketika awal pengusungan capres dan cawapres.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Hasanudin Aco
Andi Widjajanto: Pengusulan Capres dan Cawapres 2024, Nepotisme Terlihat Brutal
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Andi Widjajanto mengatakan nepotisme kembali terlihat brutal ketika awal pengusungan capres dan cawapres.
Hal ini disampaikan Andi merespons pidato Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.
Andi menilai pidato Presiden kelima tersebut menarik sebab diawali dengan kata nepotisme.
"Ibu Mega kalau tadi dilihat menarik, biasanya kita menyingkatnya KKN tapi Bu Mega dalam pidato nuraninya menyebutnya NKK, nepotisme, kolusi, dan korupsi," kata Andi di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta, Minggu (12/11/2023).
Baca juga: Megawati Minta Kecurangan Pemilu Dicegah, Pengamat: Memang Ada Indikasi
Dia menilai bahwa hal itu disampaikan Megawati melihat kondisi nepotisme di tanah air yang kembali terjadi.
"Karena yang sekarang mengganggu kita itu adalah dimulai dari nepotisme," ujar mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu.
Menurut Andi kondisi tersebut membuat pidato Megawati berkali-kali menyebut nepotisme, kolusi, dan korupsi.
"Itu yang ada tadi saya sebut, titik awal dari perjalanan demokrasi 2024 itu di penetapan atau pengusulan calon, dan di situ lah nepotisme itu terlihat brutal disertai dengan manipulasi hukum," ucapnya.
Adapun Megawati menyampaikan pidato politiknya bertajuk 'Suara Hati Nurani' pada Minggu kemarin.
Pidato tersebut merespons dinamika politik terkini yang melibatkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam pidatonya, Megawati mengatakan MK adalah simbol perlawanan terhadap penguasa.
Dia menjelaskan MK dibentuk untuk mewakili kehendak masyarakat setelah reformasi.
Sebab adanya watak dan kultur pemerintah yang otoriter dan sentralistik.
Menurut anak kedua Soekarno ini, kultur tersebutlah yang akhirnya melahirkan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Dalam kultur otoriter dan sangat sentralistik ini, lahirlah nepotisme, kolusi, dan korupsi. Praktik kekuasaan yang seperti inilah yang mendorong lahirnya reformasi," kata Megawati.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.