Peta Politik Kekuatan Jokowi di DPR Jika PDIP, Nasdem, PKB, dan PPP Keluar dari Koalisi Pemerintahan
Setelah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, kini giliran Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengutarakan kritik serupa ke pemerintah.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang pemilihan presiden atau Pilpres 2024, kritik terhadap Presiden Jokowi terus berlanjut.
Kritik terutama datang dari partai politik yang selama ini mendukung pemerintahan Jokowi.
Setelah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, kini giliran Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengutarakan kritik serupa ke pemerintah.
Bahkan kabar yang berhembus partai politik pendukung Jokowi di parlemen akan hengkang.
Terutama partai politik seperti PDIP, PKB, PPP, dan Nasdem.
Empat partai ini berada di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang di Pilpres 2024 mendukung Prabowo-Gibran.
Baca juga: Saat Megawati dan Surya Paloh Bersuara, Sindir Kecurangan Pemilu Hingga Kritik Anak Jadi Cawapres
Isu ini muncul menyusul kekecewaan putusan MK yang "memuluskan" Gibran putra Jokowi maju jadi cawapres Prabowo.
Politikus PDI Perjuangan, Deddy Sitorus, mengatakan menteri dari PDIP sudah menghadap ke Megawati hendak mundur dari kabinet pemerintahan Jokowi.
"Ketika beberapa menteri datang ke Bu Mega dan menyatakan ingin mundur, Ibu bilang bahwa menjadi menteri itu adalah bagaimana tanggung jawab kita kepada bangsa, kepada rakyat. Sepanjang mereka masih dibutuhkan presiden, silahkan presiden," cerita Deddy, Sabtu (11/11/2023) dikutip dari Kompas.TV.
Baca juga: Sejumlah Menteri PDIP Disebut Temui Megawati, Ingin Mundur dari Kabinet Jokowi
Beberapa waktu lalu, politikus PDIP di DPR Masinton Pasaribu bahkan menggulirkan hak angket ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan DPR lewat hak angketnya terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 ialah dugaan nepotisme yang belakangan jadi perhatian.
DPR bisa saja menyelidiki dugaan kepentingan pihak-pihak tertentu seperti presiden dalam polemik putusan MK ini.
“Kalau pendapat DPR menyatakan ada pelanggaran hukum yang melibatkan presiden maka presiden yang akan terdampak,” ujar Feri dikutip dari Kompas.com.
Meski tak bisa mengubah putusan MK secara langsung, hasil penyelidikan DPR lewat hak angket dapat dijadikan landasan untuk mengajukan uji materi ketentuan usia capres-cawapres ke MK.
“Itu akan menjadi alasan baru untuk mengajukan permohonan. Atau publik bisa juga mengajukan permohonan pengujian kembali dengan alasan berbeda, lalu putusan MKMK dan hak angket DPR bisa jadi alat bukti di dalam persidangan,” jelas peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas tersebut.
Dengan pengajuan hak angket ini tentu bisa bermuara pada posisi pemerintahan Jokowi di DPR.
Hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh presiden, wakil presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian.
Adapun DPR dalam melaksanakan hak angketnya dapat memanggil setiap orang warga negara Indonesia, termasuk warga negara asing untuk dimintai keterangan.
Selain itu, DPR juga dapat melakukan panggilan terhadap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
Lalu seperti apa kekuatan Pemerintahan Jokowi di DPR RI jika koalisi PDIP dan Nasdem bersatu?
Seperti diketahui ada 9 partai politik yang kini memiliki kursi di DPR RI yakni PDIP, PPP, Nasdem, PKB, PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN.
DPR RI periode 2019-2024 ini memiliki 575 anggota.
Berikut jumlah kursi parpol dan persentasenya di DPR RI.
Koalisi PDIP :
1. PDI-P: 128 kursi (22.26 persen)
2. PPP: 19 kursi (3.30 persen)
Total 147 kursi (25,56 persen)
Koalisi Nasdem (Koalisi Perubahan)
1. Nasdem: 59 kursi (10.26 persen)
2. PKB: 58 kursi (10.09 persen)
3. PKS: 50 kursi (8.70 persen)
Total 167 kursi (28,96 persen)
Koalisi Indonesia Maju
1. Golkar: 85 kursi (14,78 persen)
2. Gerindra: 78 kursi (13,57 persen)
3. Demokrat: 54 kursi (9,39 persen)
4. PAN: 44 kursi (7,65 persen)
Total 261 kursi (45,39 persen)
Jika koalisi Nasdem dan PDIP bersatu maka kekuatan Pemerintahan Jokowi di DPRI akan kalah.
Dimana jumlah kursi koalisi PDIP (PDIP dan PPP) yakni 147 kursi (25,56 persen) dan kursi Koalisi Perubahan (PKS, Nasdem, dan PKB) 167 kursi (28,96 persen) maka total kursi koalisi ini = 314 (54,52 persen).
Sementara kursi Koalisi Indonesia Maju di DPR 261 kursi (45,39 persen).
Dengan perbandingan ini jika diadakan voting atau pemungutan suara di DPR maka Jokowi bisa kalah jika hitung-hitungan di atas kertas benar-benar terjadi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.