Uji Ulang Aturan Batas Usia Capres Cawapres di MK, Pemohon Jalani Sidang Perbaikan Permohonan
Lebih lanjut, Pemohon Brahma Aryana memastikan kembali permintaannya agar gugatan ini tak ikut diadili oleh Hakim konstitusi Anwar Usman.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan perkara 141/PUU-XXI/2023.
Adapun pemohon menggugat Pasal 169 Huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.
Perkara ini diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama, Brahma Aryana, dengan Viktor Santoso Tandiasa sebagai kuasa hukumnya.
Dalam persidangan, Viktor mengatakan, Pasal tersebut sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/2023 bertentangan dengan prinsip hukum dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman.
“Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagaimana telah dimaknai oleh Mahkamah Kontitusi dalam putusan Nomor 90/2023 bertentangan dengan prinsip negara hukum dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945,” kata Viktor dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (20/11/2023).
Kemudian, pasal tersebut juga dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 28 ayat (1).
Viktor kemudian menjelaskan, Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 membuka syarat menjadi presiden dan wakil presiden pada usia 21 tahun.
“Alasan pengujian selanjutnya, varian amar putusan Mahkamah Konstitusi dan proses peninjauan kembali atas putusan nomor 90/2023 yang cacat hukum,” ucap Viktor.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta Pemohon memperbaiki permohonannya.
"Perbaikan permohonan sampai hari Selasa, tanggal 21 November 2023, jam 09.00 WIB pagi," kata Hakim Suhartoyo, dalam sidang pendahuluan, di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).
Baca juga: Tangkis Tuduhan Bukan Sarjana, Gibran Bawa Ijazah Lulusan Luar Negeri ke Kantor Wali Kota Solo
Merespons hal tersebut, kuasa hukum Pemohon, Victor Santoso Tandiasa menanyakan kepada majelis hakim soal niatnya mempercepat pengajuan perbaikan surat permohonan.
Percepatan itu, Victor berharap, dapat mempercepat juga pembacaan putusan permohonannya oleh majelis hakim agar terciptanya kepastian hukum Pemilu 2024, setelah adanya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengenai terbuktinya pelanggaran etik terhadap Anwar Usman yang memutus Perkara 90/2023.
"Kalau misalnya kami melakukan perbaikan dalam satu hari, apakah ini dapat dilakukan secara cepat Yang Mulia?" tanya Viktor kepada Suhartoyo.
"Karena tujuan kami ingin mendapat kepastian hukum yang sekarang lagi jadi polemik, di mana legitimasi Pemilu ini akan ditanyakan terkait dengan adanya sanksi etik (terhadap Anwar Usman)," jelasnya.
Selanjutnya, Suhartoyo mempersilahkan Victor mempercepat penyerahan dengan tujuannya itu.
Namun, ia menekankan, Para Hakim Konstitusi tak akan terdikte dengan adanya pengajuan percepatan itu.
"Ya silakan, nanti dijalankan saja secara normal. Artinya, kalau memang bisa lebih cepat mau diserahkan naskah perbaikannya ya silakan," kata Suhartoyo.
"Tapi, kami tidak akan terdikte oleh itu. Artinya ada persoalan-persoalan kepaniteraan yang secara anu itu, perkara yang lain kan sudah seperti ban berjalan kan tidak kemudian bisa. Tapi silakan saja dan apa yang anda inginkan, supaya juga dipertimbangkan tentang percepatan itu," sambungnya.
Lebih lanjut, Pemohon Brahma Aryana memastikan kembali permintaannya agar gugatan ini tak ikut diadili oleh Hakim konstitusi Anwar Usman.
Baca juga: Belum Pasti Kebenarannya, TKN Prabowo-Gibran Enggan Komentari Isu Manuver Iriana Jokowi
"Tadi, Yang Mulia bilang akan disampaikan ke hakim-hakim lain. Dalam perkara ini enggak diepriksa Anwar Usman, kan?" tanya Brahma memastikan.
"Baik. Nanti kami sampaikan juga ke hakim-hakim lain dalam RPH," kata Suhartoyo.