Aktivis Insiator JagaPemilu: Horornya Kecurangan Pemilu, Jika Pelakunya adalah Penyelenggara
Gerakan JagaPemilu sebagai upaya untuk mengawasi terjadinya kecurangan pemilu telah secara resmi dideklarasikan oleh sejumlah aktivis, tokoh bangsa.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan JagaPemilu sebagai upaya untuk mengawasi terjadinya kecurangan pemilu telah secara resmi dideklarasikan oleh sejumlah aktivis, tokoh bangsa hingga pengusaha.
Dalam agenda deklarasi itu, salah satu inisiator JagaPemilu sekaligus Ketua Dewan Pembina Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Ririn Sefsani menaruh fokus salah satu kecurangan yang berasal dari putusan hakim konstitusi.
Kata dia, cerminan konstitusi kali ini menunjukkan kalau demokrasi yang sudah dijaga sejak lama hanya digunakan oleh kelompok tertentu saja.
"Jadi kalau saat ini, saya merepresentasikan generasi 98, saya menyerahkan dan memerintahkan kaum muda tidak tinggal diam terhadap ancaman demokrasi terhadap pelanggaran konstitusi, salah satu syaratnya pastikan pemilu ini jujur dan adil," kata Ririn saat jumpa pers deklarasi JagaPemilu di Kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Bahkan analogi dari Ririn, demokrasi di Indonesia ini sudah memasuki julukan horor dengan adanya potensi kecurangan tersebut.
Sebab kata dia, kecurangan itu justru dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
"Horornya diindikasikan dalam konteks pemilu adalah ada potensi kecurangan itu tidak hanya atau diduga bisa dilakukan justru oleh penyelenggara," beber dia.
Lebih jauh, saat ini para pemilih seakan dihadapkan dengan para calon pemimpin yang minum dengan gagasan.
Pernyataan dia itu didasari karena sudah secara jelas kalau konstitusi yang ada saat ini justru dipermainkan secara sembarangan.
"Ternyata kita dihadapkan pertarungan soal figur yang nir pada gagasan dan yang lebih parah lagi, seluruh proses itu juga kita dihadapkan pada peristiwa konstitusi kita yang secara sembarangan dipermainkan atas kepentingan tertentu," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Inisiator JagaPemilu sekaligus mantan Wakil Koordinator BP ICW Luky Djani turut menyoroti soal hasil atau putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) yang belakangan telah menjadi polemik dalam kehidupan demokrasi Indonesia.
Kata dia, putusan itu telah menciptakan setidaknya empat prahara yang mengusik etika politik.
Pertama yakni soal potensi kecenderungan untuk meneruskan kekuasaan yang mengarah pada praktik politik dinasti.
Kedua, tendensi arah kekuasaan menuju tataran politik tirani dengan kemampuan dan keinginan terus berkuasa dengan memanfaatkan institusi hukum sebagai alat kekuasaan untuk mempertahankan kepentingan dari kekuatan politik dominan.
"Ketiga tingginya persaingan politik berpotensi pemanfaatan birokrasi pemerintahan dan juga anggaran negara- untuk disalahgunakan dalam pemenangan Pemilu," beber dia.
Baca juga: Daftar Tokoh Inisiator Gerakan Jaga Pemilu, Kawal Pemilu 2024 Punya Integritas dan Bermartabat
Keempat kata Luky, melemahnya akuntabilitas dan buruknya kinerja pelaksanaan Pemilu baik oleh penyelenggara Pemilu maupun institusi pengawasannya, yakni KPU, Bawaslu dan DKPP.
"Keempat prahara ini akan berdampak pada tidak terlaksananya Pemilu secara jujur dan adil hal ini dapat berbentuk pada konflik sosial yang sangat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menurut berbagai kalangan," kata Luky.
Atas hal itu, Luky berpandangan gerakan JagaPemilu ini diluncurkan untuk melakukan pengawasan soal adanya potensi kecurangan pemilu.
Saat disinggung soal ada atau tidaknya afiliasi gerakan ini dengan praktik-praktik politik dan pasangan capres-cawapres, Ketua Dewan Pengarah JagaPemilu sekaligus mantan Komisioner KPK Erry Riyana Hardjapamekas membantah hal demikian.
Kata Erry, gerakan ini sejatinya murni atas kegelisahan dari organisasi masyarakat sipil terkait dengan proses demokrasi di Indonesia yang belakangan menuai sorotan.
"Menegaskan bahwa gerakan ini gerakan yang muncul dari kepedulian yang tulus dari sekelompok orang yang kami tentukan. Satu tidak berpartai, nonpartisan, kedua imparsial, kami tidak memihak, dan yang ketiga independen," tukas dia.
Adapun dalam gerakan ini selain Luky Djani dan Erry Riyana terdapat beberapa nama tokoh yang juga turut terlibat.
Mereka di antaranya yakni aktivis sekaligus pengacara senior, Luhut MP Pangaribuan; sastrawan Goenawan Mohamad yang hadir secara daring; putri almarhum GusDur, Inayah Wahid; pengamat politik Ray Rangkuti; hingga nama mantan Ketua KPU Arief Budiman.