Kuasa Hukum Denny Indrayana Sebut Tak Boleh Ada yang Diuntungkan dari Putusan MK Nomor 90
Ia menekankan, jika gugatan ini dikabulkan MK konsekuensinya adalah pembatalan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, yakni Muhammad Raziv Barokah menilai norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 90/PUU-XXI/2023 terbukti sarat kepentingan dan pelanggaran etik hakim.
Hal itu karena putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bermuara pada pencopotan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Baca juga: Hari Ini MK Gelar Sidang Perdana Uji Ulang Batas Usia Capres-Cawapres Dimohonkan Denny Indrayana dkk
Di mana, Putusan 90/PUU-XXI/2023 dinilai kontroversial karena Anwar Usman ikut mengadili di tengah konflik kepentingannya, yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi sekaligus paman dari cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.
Oleh karena itu, menurutnya, putusan tersebut seharusnya dibatalkan.
“Ada seseorang yang seharusnya belum memenuhi syarat, tapi dari adanya pelanggaran etik dan hukum, orang tersebut menjadi calon wakil presiden,” kata Raziv, usai menghadiri sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2023).
Baca juga: Uji Ulang Aturan Batas Usia Capres & Cawapres di MK, Pemohon Jalani Sidang Perbaikan Permohonan
Hal itu, kata Raziv, juga menjadi dasar Para Pemohon kembali menggugat undang-undang yang baru diputus MK soal batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
Ia menekankan, jika gugatan ini dikabulkan MK konsekuensinya adalah pembatalan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
“Itu (pembatalan Gibran sebagai cawapres) memang kosekuensi yang paling rasional ya, karena tidak boleh ada seseorang yang diuntungkan. Itu yang harus dilakukan,” tegasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).
Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.
Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).
Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:
"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Baca juga: Ray Rangkuti: Putusan MK Soal Batas Usia Masih Perlu Diatur Kriterianya Lewat UU
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.