Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Putusan MK tentang Batas Minimal Usia Cawapres Dinilai Puncak Praktik Politik Dinasti di Indonesia

Putusan MK tentang batas minimal usia cawapres itu dinilai merupakan simbol utama merajalelanya praktik politik dinasti di Indonesia.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Putusan MK tentang Batas Minimal Usia Cawapres Dinilai Puncak Praktik Politik Dinasti di Indonesia
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Warga melintas di depan sebuah spanduk bertuliskan "Ayo Lawan Politik Dinasti" yang terpasang di kawasan Kramat Raya, Jakarta, Minggu (15/10/2023). Jelang Mahkamah Konstitusi bacakan putusan gugatan bqtas usia Capres-Cawapres pada 16 Oktober 2023, banyak sejumlah kalangan yang menolak Politik Dinasti yang dianggap kekuasaan hanya beredar atau berputar di kalangan keluarga tertentu yang terindikasi demokrasi tidak berjalan di jalan yang baik dan ada kecenderungan pembusukan demokrasi. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Elemen mahasiswa terus menyuarakan keresahannya akan mundurnya demokrasi di Indonesia yang masih seumur jagung.

Mereka menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah batas usia menjadi capres dan cawapres.

Koordinator aksi sekaligus Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Muhammad Adam mengatakan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan bentuk pengangkangan konstitusi.

Putusan MK tentang batas minimal usia cawapres itu dinilai merupakan simbol utama merajalelanya praktik politik dinasti di Indonesia.

Sehingga, cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang berdaulat semakin terdegradasi menjadi negara kekuasaan belaka.

“Hukum pun kehilangan independensi dan kewibawaannya sebagai alat untuk mewujudkan keadilan. Putusan MKMK (Majelis Kehormatan MK) pun menyatakan, bahwasanya dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terbukti adanya intervensi yang berasal dari pihak eksternal,” ujar Adam dalam pernyataan sikap Mimbar Kerakyatan; Tahta untuk Rakyat, di depan monumen Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949, Yogyakarta, Rabu (29/11/2023) kemarin.

“Sedangkan jelas, bahwa Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan patut diduga mengandung konflik kepentingan,” ujarnya menambahkan.

Berita Rekomendasi

Adam mengatakan pemberangusan demokrasi dilakukan dengan menggerus ruang publik sebagai tempat bebas penyampaian aspirasi.

Pemberangusan demokrasi terbukti dari represi yang diterima Haris Azhar dan Fatia Maulidyanti beserta seluruh masyarakat yang menyerukan kebenaran.

“Anwar Usman, Eddy Hiarej, hingga Firli Bahuri adalah nama yang menjadi simbol bahwa begitu hipokritnya penegakan hukum di negeri ini,” tutur Adam.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua BEM UI Melki Sedek Huang menegaskan anak muda sama sekali tidak diuntungkan atas putusan MK.

Dia menegaskan bersama dengan anak muda lain akan terus berjuang untuk menjaga demokrasi dan konstitusi.

“Kami orang muda kami tidak diuntungkan sama sekali dengan putusan MK. Kami orang muda dan kami akan memperjuangkan kepentingan kami semua. Semua pemuda hari ini akan bergerak dan melawan,” ujar Melki.

Melki menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak-pihak yang telah membunuh konstitusi dengan mengatasnamakan kepentingan anak muda. Tak hanya itu, dia juga menyebut akan terus menyuarakan kebenaran meski ada intimidasi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas