Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Paslon Peserta Pilpres 2024 Bakal Hadir Lengkap dalam 5 Kali Debat Capres-cawapres, Ini Jadwalnya

KPU memastikan dalam setiap debat, baik capres dan cawapres, sama-sama bakal didampingi oleh pasangan masing-masing.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Paslon Peserta Pilpres 2024 Bakal Hadir Lengkap dalam 5 Kali Debat Capres-cawapres, Ini Jadwalnya
Kolase Tribunnews
KPU memastikan dalam setiap debat, baik capres dan cawapres, sama-sama bakal didampingi oleh pasangan masing-masing. Hal ini berarti debat capres bakal didampingi oleh cawapres, demikian pula sebaliknya. 

"Ya seharusnya kan kita tidak memilih kucing dalam karung, kita perlu tahu secara transparan, secara total, siapa capres, siapa cawapres, apa visi, apa komitmen, apa kesiapan mereka, nah itu yang kita mesti lakukan," tuturnya.

Sehingga dalam pandangan TPN Ganjar Mahfud, format ideal adalah tiga kali debat untuk capres dan dua kali untuk cawapres.

Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menyebut KPU RI tidak berhak mengubah format debat capres cawapres.

"Jadi saya ingin katakan kembali bahwa Ketua KPU dan KPU itu tidak berhak untuk mengubah format debat tersebut," ucap Todung.

Format debat, lanjut Todung, seharusnya mengikuti aturan sebagaimana tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 15/2023 tentang Kampanye Pemilu.

Jika hendak mengubat aturan itu, maka KPU disebut harus mengubah undang-undang.

"Debat itu tetap mesti tiga kali untuk capres, dua kali untuk cawapres dan kalau Ketua KPU dan KPU mengubah itu, dia harus mengubah undang-undangnya," tuturnya.

BERITA TERKAIT

Todung juga memastikan, pihaknya belum membuat kesepakatan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait format debat capres-cawapres peserta Pilpres 2024 mendatang.

Sebelumnya, Rabu (29/11/2023), KPU RI mengundang para pakar untuk berdiskusi terkait mekanisme debat.

Sorenya, di hari yang sama, KPU lanjut mengundang tim masing-masing paslon pilpres untuk menyampaikan hasil diskusi dan membangun kesepakatan.

Todung menegaskan, belum ada kesempatan yang terbangun sejauh ini antara pihaknya dengan KPU. Dia justru menyebut Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, keliru.

"Saya tahu bahwa TPN masing-masing tim, masing-masing paslon itu sudah bertemu dengan pihak KPU. Sejauh yang saya tahu belum ada kesepakatan. Jadi kalau Ketua KPU menyatakan bahwa sudah ada kesepakatan, saya kira itu keliru, setahu saya belum ada kesepakatan mengenai hal ini," ujar Todung.

Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mempertanyakan keputusan KPU mengubah format debat capres-cawapres.

Diketahui pada pilpres sebelumnya debat capres dan cawapres dilakukan terpisah. Sementara itu pada Pilpres 2024 debat tak lagi dilakukan terpisah, melainkan bersamaan.

"Kebijakan KPU mengubah format ini menimbulkan pertanyaan. Khususnya para pemilih yang justru menanti saat debat cawapres akan dilakukan. Mayoritas pemilih kita, justru menunggu momen ini terjadi," kata Ray kepada Tribun Network, Sabtu (2/12/2023).

Ray menyebutkan bahwa publik menyayangkan diubahnya format debat capres-cawapres tersebut. Dia meyakini bahwa publik sejatinya ingin melihat debat cawapres, bukan capresnya.

"KPU malah mengaburkan formatnya dengan menggabungkan debat cawapres bersama capres. KPU seperti tidak menangkap apa yang menjadi harapan dan keinginan masyarakat yang jelas-jelas merupakan pemiluh pada pilpres 2024 yang akan datang," sambungnya.

Ray menilai bahwa KPU seperti mengabaikan peran dan urgensi debat cawapres.

Menurutnya dengan mengaburkan format debat, KPU memperlakukan debat cawapres sebagai sesuatu yang tidak lebih penting dari debat capresnya.

"Padahal, debat cawapres bukan saja perlu untuk memastikan bahwa capres dan cawapresnya sama-sama memahami visi-misi dan program yang sama. Tetapi sekaligus memberi tempat yang layak bagi cawapres sebagai aktor penting dalam ketatanegaraan kita," tegasnya.

Dia menegaskan bahwa cawapres juga merupakan aktor yang dapat meningkatkan suara paslon.

Maka memberi kesempatan utuh bagi mereka tampil, artinya membuka kesempatan kepada siapapun paslonnya untuk dapat memikat pemilih.

"Adalah penting bagi KPU untuk mendengar apa yang menjadi keinginan masyarakat. Sebab, pada dasarnya, pemilu ini untuk pemilih. Maka karena itu, KPU harus memfasilitasinya dalam kebijakan," sambungnya.

Karena itu Direktur Lingkar Madani Indonesia tersebut meminta agar KPU mengevaluasi kembali format debat yang ditetapkan.

"Setidaknya, dapat dibagi dalam dua kali capres vs capres, dua kali debat capres/cawapres, dan satu kali debat cawapres. Pembagian seperti jauh lebih adil bagi paslon juga bagi pemilih," tegasnya.

Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan pun menilai, bahwa format debat Pilpres 2024 jelas merupakan kemunduran.

"Dari sisi hak konstitusional warga negara, publik dirugikan karena mereka tidak diberikan ruang untuk mendapatkan referensi yang memadai tentang figur kepemimpinan otentik pada masing-masing kandidat pemimpin, baik Capres maupun Cawapres, sebelum rakyat menentukan pilihannya di bilik suara pada 14 Februari 2024," kata Halili.

Halili pun menyoroti hal yang lebih serius lagi yakni KPU semakin menebalkan kecurigaan publik bahwa patut diduga KPU tunduk pada intervensi kekuatan politik eksternal mereka.

Kecurigaan demikian rasional, sebab keputusan KPU hadir di tengah beberapa konteks yang sangat kasat mata.

Pertama, Putusan MK 90/2023 yang memberikan jalan bagi anak Presiden sekaligus keponakan Ketua MK saat itu, Gibran Rakabuming Raka, untuk melenggang sebagai Calon Wakil Presiden bagi Calon Presiden Prabowo Subianto.

Sebagaimana diketahui, secara substantif maupun prosedural Putusan tersebut bermasalah dan, dalam berbagai pernyataan publik, SETARA menyebutnya sebagai kejahatan konstitusional (constitutional evil).

Kedua, putusan MKMK yang pada pokoknya menegaskan bahwa secara kelembagaan MK 'terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023', melalui Ketua MK yang sudah diberhentikan, yaitu Anwar Usman, ipar Presiden sekaligus Paman Cawapres Gibran.

Ketiga, pernyataan publik Ketua KPK Periode 2015-2019, Agus Rahardjo bahwa saat KPK mengungkap kasus korupsi E-KTP dan menetapkan Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto, sebagai tersangka, Presiden Jokowi marah dan meminta KPK untuk menghentikan pengungkapan kasus korupsi E-KTP.

Di mana, KPK dalam kenyataannya menolak permintaan Presiden. Pernyataan Agus dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK saat itu, Alexander Marwata.

Konteks tersebut tentu menguatkan kecurigaan publik bahwa terdapat kekuatan politik (yang mengarah pada Istana Negara) yang kerapkali menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi lembaga-lembaga negara lainnya.

"KPU seharusnya menimbang sentimen publik terkait kepercayaan mereka pada penyelenggaraan Pemilu sebagai ‘pertaruhan terakhir’ kelembagaan demokrasi, yang semakin surut (regressive) dan mengarah pada otoriterisme _(leading to authoritarianism). Namun, dengan keputusan mengenai format debat Pilpres 2024, KPU telah menebalkan kecurigaan publik mengenai intervensi kekuasaan eksternal atas KPU," papar Halili.

Dia pun menilai, sikap publik yang mencurigai keputusan KPU menguntungkan salah satu Cawapres, yang gagasan dan kepemimpinan otentiknya sedang dinanti publik dalam Debat Pilpres 2024, merupakan kecurigaan yang masuk akal.

"Dalam konteks itu, KPU telah mempertaruhkan kredibilitas penyelenggaraan Pemilu sebagai salah satu pilar utama demokrasi," pungkasnya. (Tribun Network/Yuda)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas