Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden, Pakar: Pengendalian yang Lebih Buruk dari Kolonialisme
RUU DKJ yang dalam salah satu pasalnya menyatakan bahwa gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden dipandang pengamat perkotaan dinilai buruk
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS/COM - Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang dalam salah satu pasalnya menyatakan bahwa gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden dipandang pengamat perkotaan Marco Kusumawijaya memiliki semangat pengendalian yang lebih buruk dari kolonialisme.
“Jakarta itu pertama-tama sebuah kota yang berpangkat provinsi. Jakarta adalah sebuah provinsi yang 100 persen bersifat kekotaan. Karena itu, Jakarta memang harus disatukan, tetapi disatukan secara demokratis. Bukan disatukan ditunjuk seorang pemimpin, karena hal itu sangat berbahaya. Misalnya, kalau saya dikasih seorang gubernur yang ditunjuk begitu saja, sudah pasti masyarakat tidak akan patuh, akan membangkang,” terang Marco dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng Jakarta Pusat, Kamis 7 Desember 2023.
Marco mencontohkan, saat ini ketika provinsi-provinsi dipimpin plt, ketika ditanya ada permasalahan apa, dia belum tahu. “Sebuah kota dengan hak pilih sekitar 6 jutaan, kalau ditunjuk, pemimpinnya tidak akan ada suatu sambung rasa,” tegasnya.
“Yang berbahaya, kita ini sejak reformasi, semangatnya adalah desentralisasi. Sebetulnya sejak zaman Belanda 1903, sudah ada desentralisasi. Daerah-daerah merasa lebih bisa berkembang lebih cepat dan lebih sesuai potensi kami, kalau keputusan-keputusan penting bisa kami putuskan sendiri. Tidak harus menunggu keputusan pusat. Itu semangat yang sama di tahun 1998,” ujar dia.
Baca juga: Pantun Cawapres Gus Muhaimin di Kantor KPU Jakarta Dipastikan Bukan Pelanggaran Pemilu
“Kita ini penduduk Jakarta yang maju pesat, setidak-tidaknya sebelum plt, tiba-tiba mau buat apa-apa harus tanya ke presidennya di Kalimantan. Kalau itu jadi. Harus tanya ke sana. RUU yang ingin menunjuk gubernur ini semangatnya adalah semangat ingin mengendalikan. Bukan semangat ingin mendorong pertumbuhan,” lanjut Marco.
Apalagi, ujar dia, tingkat pendidikan warga Jakarta tergolong paling tinggi di Indonesia. “Semua tokoh yang paling cerdas ada di Jakarta. Jadi kita tahu apa yang baik buat Jakarta. Bukan nanti ditentukan dari IKN yang ada di Kalimantan Timur,” ujarnya.
“Semangat pengendalian ini menurut saya lebih buruk dari kolonialisme. Kita sebagai orang Jakarta didiskriminasi. Kenapa provinsi-provinsi lain boleh memilih gubernurnya, Jakarta tidak? Kenapa harus didiskriminasi?” pungkas Marco. (***Fitrah***)