Pengamat Nilai Sindiran Anies pada Prabowo soal Oposisi Jadi Abu-abu: NasDem dan PKB di Pemerintahan
Ketika debat perdana capres berlangsung, Anies Baswedan sempat menyindir Prabowo Subianto. Pengamat nilai pernyataan itu jadi abu-abu.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Ketika debat perdana calon presiden (capres) berlangsung, Anies Baswedan sempat menyindir Prabowo Subianto.
Anies menyebut Prabowo tak tahan menjadi oposisi.
Oleh sebab itu, Prabowo menerima tawaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).
Menurut pengamat politik, Efriza, pernyataan Anies soal oposisi menjadi abu-abu.
Baca juga: Jelang Debat Cawapres: Gibran Buka Suara, Timnas AMIN Singgung Pengalaman Cak Imin Jadi Aktivis
Alasannya, dua partai pengusung mantan Gubernur DKI Jakarta itu di kontestasi Pilpres 2024 berada di pemerintahan, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan NasDem.
Sementara itu, Anies Baswedan dinilai oleh Efriza berani mengambil langkah sebagai oposisi karena tak memiliki partai.
"PKB, Nasdem masih di pemerintahan dan ini pernyataan Anies oposisi jadi abu-abu," ujarnya, Kamis (14/12/2023), dikutip dari WartaKotalive.com.
Efriza lantas menantang Anies apakah berani meminta kepada PKB dan Nasdem untuk keluar dari pemerintahan Jokowi sehingga kedua partai itu bisa bersikap sama seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai oposisi.
Menurutnya, saat ini PKS tak memiliki stamina sebagai oposisi dan kurang pendukung.
"Kalau Anies hanya melihat oposisi, PKS itu oposisi. Apakah PKS itu punya stamina? Tidak ada dan kurang pendukung," ungkapnya.
Sebelumnya, dalam debat capres Anies mengatakan, kekuasaan itu lebih dari soal bisnis, lebih dari soal uang, kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat.
"Oposisi itu penting dan sama-sama terhormat, sayangnya tidak semua orang tahan untuk berada menjadi oposisi seperti disampaikan Pak Prabowo. Pak Prabowo tidak tahan menjadi oposisi," kata Anies dalam debat di KPU RI, Selasa (12/12/2023).
"Apa yang terjadi? Beliau sendiri menyampaikan bahwa tidak berada dalam kekuasaan membuat tidak bisa berbisnis, tidak bisa berusaha, karena itu harus berada dalam kekuasaan, kekuasaan lebih dari soal bisnis, kekuasaan lebih dari soal uang, kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat," tuturnya.
Pembelaan TKN Prabowo-Gibran
Sementara itu, Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (TKN Prabowo-Gibran) telah memberikan pembelaan.
Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, mengatakan keputusan Prabowo bergabung dengan pemerintahan Presiden Jokowi pada 2019 silam demi rekonsiliasi nasional.
"Pak Prabowo masuk ke pemerintahan bukan karena tidak tahan oposisi, apalagi karena selama oposisi tidak bisa berbisnis. Tapi karena panggilan bangsa dan sejarah," kata Nusron kepada awak media, Rabu (13/12/2023).
Selain itu, langkah tersebut jadi bentuk mengatasi masyarakat yang terbelah akibat Pilpres 2019.
Alhasil, dengan jiwa besarnya, Prabowo bersedia bergabung dengan Jokowi yang merupakan rivalnya di Pilpres 2019.
Ketua DPP Partai Golkar ini juga menegaskan langkah Prabowo bukan sebagai bentuk pragmatisme atau mencari keuntungan semata.
"Prabowo menjadi bagian dari aktor negara dan sejarah. Karena kebutuhan untuk mengatasi problem bangsa akibat keterbelahan yang menganga pasca-Pilpres 2019."
"Negara tidak boleh pecah dan terbelah sehingga dibutuhkan jiwa besar Pak Prabowo untuk bersedia bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Ini adalah bentuk rekonsiliasi nasional."
"Ini bukan langkah pragmatis akibat tidak tahan menjadi oposisi. Tapi demi persatuan dan kesatuan Indonesia dan masa depan demokrasi di Indonesia," jelas Nusron.
Sebagian artikel ini telah WartaKotalive.com dengan judul: Anies Sindir Prabowo Soal Oposisi, Pengamat: Pernyataan Abu-abu, Nasdem dan PKB Dukung Jokowi.
(Tribunnews.com/Deni/Danang Triatmojo)(WartaKotalive.com/Miftahul Munir)