Tingkatkan Kualitas Pendidikan Agama, Insentif Guru Ngaji ala Ganjar-Mahfud Perlu Direalisasikan
Tantan Hermansah menyambut positif rencana pasangan calon nomor urut 3 Ganjar-Mahfud berikan insentif untuk guru ngaji.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sosiolog dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tantan Hermansah menyambut positif rencana pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) memberikan insentif gaji bagi guru ngaji jika memenangi Pilpres 2024.
Menurut dia, meskipun turut berkontribusi mendidik masyarakat, sejauh ini guru ngaji tak diapresiasi dengan layak.
"Tunjangan bagi guru ngaji bisa dilihat dari dua hal. Pertama, dari perspektif kepantasan, program ini tentu sangat baik dan patut disambut dengan rasa syukur. Kita tahu guru ngaji itu adalah sosok yang selama ini mengkontribusikan diri untuk kebaikan masyarakat, namun tidak pernah diberikan penghargaan," kata Tantan dalam keterangannya, Rabu (27/12/2023).
Program insentif bagi guru ngaji di seluruh Indonesia merupakan satu dari 21 program unggulan Ganjar-Mahfud.
Dengan program tersebut, seluruh guru ngaji akan menerima insentif sebesar Rp1 juta setiap bulannya.
Sejauh ini, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud telah mengumpulkan sebanyak 928 ribu guru ngaji di seluruh Indonesia.
Menurut Tantan, program bagi guru ngaji dapat merangsang pendidikan agama bisa terselenggara secara baik di masyarakat.
"Secara sosiologis program ini sangat baik untuk menghasilkan guru-guru atau anak didik yang baik," ucap dia.
Namun, Tantan melihat ada sengkarut masalah yang sangat pelik terkait kelembagaan guru ngaji.
Sebab, guru ngaji di Indonesia memiliki ragam tipologi.
"Ada guru ngaji yang terafiliasi institusi formal seperti masjid dan sekolah atau madrasah dan pesantren, tetapi ada juga mereka yang independen," ujar Tantan.
Ganjar-Mahfud, lanjut Tantan, perlu merancang parameter yang berkeadilan untuk mendata guru ngaji yang layak diberi insentif.
Sebab, bukan tidak mungkin guru ngaji yang tidak terafiliasi dengan institusi formal yang justru dengan tulus hati mengajar ngaji di masyarakat.
"Tentu ada parameter yang berkeadilan. Sebab bisa jadi mereka guru ngajinya yang bayaran di bawah standar justru yang paling ikhlas menjadi pengajar. Sementara mereka yang masuk standar negara malah cenderung kelompok-kelompok yang pragmatis yang memanfaatkan kemampuannya untuk bertindak lebih profesional dengan cara mengambil keuntungan guru ngaji," kata Tantan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.