Momen Jokowi Angkat Dua Jari di Surabaya Jadi Sorotan, Sinyal Dukungan Presiden? Ini Reaksi Mahfud
Dalam acara tersebut Presiden Jokowi sempat mengacungkan dua jari di momen kuis Pancasila.
Editor: Malvyandie Haryadi
Mahfud: Tak ada pesan politik
Menanggapi polemik gestur dua jari Presiden Jokowi, Calon Wakil Presiden nomor urut 3 Mahfud MD menyebut, gestur itu tidak memiliki pesan politik.
"Gak papa, begitu saja kok dipersoalkan, itu tidak ada pesan apa-apa," kata Mahfud di Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Desa Banyuputih, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Kamis (28/12/2023).
Mahfud mengatakan, andaikan gestur jari yang ditunjukkan Presiden Jokowi merupakan pesan yang ingin disampaikan, kata Mahfud, tidak ada gunanya.
Menurutnya, orang Indonesia saat ini sudah pintar-pintar dan tidak bisa didikte hanya dengan gestur-gestur jari.
"Seumpama pesan pun itu tidak ada gunanya, sekarang orang pinter-pinter semua gak bisa didikte dengan kode-kode," tambahnya.
Mahfud menegaskan, tidak ada pesan politik apapun dalam gestur presiden saat perayaan natal nasional.
"Jadi itu biasa bukan pesan, gak mungkin ada pesan politik dari situ," pungkasnya.
Netralitas pemilu jadi sorotan
Terpisah, pengamat politik Ray Rangkuti yang melihat netralitas pemilu sudah tidak dapat diharapkan lagi karena Presiden dinilai telah terlampau jauh menghegemoni hampir semua kekuatan politik.
Hal itu disampaikannya dalam acara Refleksi Akhir Tahun dan Mimbar Bebas yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta di halaman Senat Mahasiswa UIN Jakarta, Kamis (28/12/2023) kemarin.
Menurut Ray, kondisi ini akan semakin parah ketika pasangan calon yang didukung oleh presiden memenangkan pemilu. Hal ini akan menyengsarakan rakyat.
"Tidak ada nepotisme yang dibuat untuk kepentingan negara, nepotisme hanya bertujuan untuk memakmurkan keluarganya, dan dinasti politik itu tidak akan mensejahterakan rakyat tapi justru akan menyengsarakan rakyat," ujarnya.
Sementara itu, Bivitri Susanti, yang juga hadir di acara itu mempersoalkan masa depan supremasi hukum di Indonesia.
Menurutnya, penguasa yang abai akan etika akan membuat kesalahan besar dalam penegakan hukum.
"Jika hukumnya tidak adil apakah masih bisa disebut ada supremasi hukum," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.