Geruduk Bawaslu, Partai Buruh Ancam Gelar Aksi Lebih Besar Jika Tuntutan Tidak Ditindaklanjuti
Ketua Tim Kampanye Nasional Partai Buruh Said Salahudin mengungkapkan, ada kaum buruh mendapatkan diskriminasi untuk ikut berkontestasi di pemilu.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh mengancam bakal gelar aksi lebih besar di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI jika tuntutannya tidak ditindaklanjuti.
Ketua Tim Kampanye Nasional Partai Buruh Said Salahudin mengungkapkan, ada kaum buruh mendapatkan diskriminasi untuk ikut berkontestasi di pemilu.
Baca juga: Banyak Anggotanya Sulit Jadi Caleg, Partai Buruh Demo ke Bawaslu
"Sejak dimulainya tahapan verifikasi partai politik, banyak terjadi kasus pekerja/buruh yang dilarang oleh instansi atau perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi pengurus, bahkan untuk sekedar menjadi anggota Partai Buruh," kata Said, di depan Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa (2/1/2024).
Oleh karena itu, Said mendesak Bawaslu agar menerbitkan imbauan kepada instansi pemerintah, BUMN, BUMD, maupun perusahaan swasta untuk tidak melakukan tindakan pelarangan, pengancaman, serta intimidasi kepada buruh yang menjadi anggota dan pengurus Partai Buruh. Termasuk menjadi calon anggota legislatif atau caleg.
Baca juga: Gibran akan Dipanggil Bawaslu Hari Ini Terkait Aksi Bagi-bagi Susu di CFD
Tak hanya itu, Said juga mendesak Bawaslu mendalami kasus di Sulawesi Utara, yang menyebabkan seorang caleg Partai Buruh dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT) imbas dipersulit oleh perusahaan BUMN tempatnya bekerja.
“Bawaslu RI harus mengambil alih kasus caleg DPRD Provinsi Sulawesi Utara asal Partai Buruh yang dicoret dari DCT melalui mekanisme Koreksi Putusan dengan cara membatalkan Putusan Bawaslu Sulawesi Utara sebagaimana hal tersebut dibenarkan menurut ketentuan Pasal 85 Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2002 tentang tata cara penyelesaian sengketa proses pemilu,” ucap Said.
Said menegaskan jika Bawaslu tidak menindaklanjuti sejumlah tuntutan yang disampaikan pihaknya, maka Partai Buruh akan kembali melakukan unjuk rasa. Ia mengancam akan membawa massa yang lebih banyak nantinya.
“Kalau sudah kami ingatkan enggak mau juga, kami akan geruduk kantor Bawaslu seluruh Indonesia, termasuk kantor Bawaslu RI,” tegasnya.
“Kami akan turunkan massa jauh lebih besar. Anda tahu kami kalau sekali turunkan massa bisa ratusan ribu, kami akan tutup gedung ini, nggak peduli kami,” ucap Said.
Sebelumnya, Partai Buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta, Selasa (2/1/2024).
Aksi ini dimotori oleh banyaknya calon anggota legislatif (caleg) Partai Buruh yang namanya dicoret dari daftar calon tetap (DCT) sehingga gagal berkontestasi dalam Pemilu 2024 mendatang.
Selain itu mereka juga terkendala nyaleg akibat aturan perusahaan tempat mereka bekerja.
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Laporkan soal Gus Miftah Bagi-bagi Uang, Bawaslu Kini Investigasi
Padahal, Ketua Tim Kampanye Nasional Partai Buruh Said Salahuddin mengatakan semua masyarakat punya hak politik sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi.
"Bahwa ada hak politik, ada hak untuk dipilih, yang menurut putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dinyatakan dalam putusan 011, 017/2003-2004," kata Said kepada awak media, Selasa.
"Dan dinyatakan dalam banyak putusan mahkamah yang lain bahwa hak untuk dipilih, right to be candidate, adalah hak konstitusional sekaligus hak asasi manusia," sambungnya.
Bawaslu dalam hal ini, lanjut Said, harus memastikan dan melindungi hak para caleg. Hal inilah yang juga menjadi tuntutan mereka dalam aksi hari ini.
Dalam contoh kasus caleg DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Ferdinand Lumenta misalnya. Said menjelaskan nama caleg itu dicoret dalam DCT oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulut. Tindak pencoretan itu dibenarkan oleh Bawaslu Sulut dengan dalih asa formalitas.
"Caleg DPRD Provinsi Sulut yang dicoret perusahaan BUMN ini. Ternyata, alih-alih Bawaslu memberikan perlindungan, justru membenarkan tindakan KPU Sulut yang mencoret caleg dari pencalonan DCT," jelasnya.
"Dia berdalih pada asas formalitas, tidak ada surat pemberhentian dari perusahaan. Kalau enggak ada ya Bawaslu yang bantu dong. Bawaslu yang minta ke perusahaan," tambah Said.
Beberapa kasus lainnya, seperti dipaparkan oleh Said, ada caleg yang dicoret dari DCT karena tidak menyerahkan surat pemberhentian. Sedangkan caleg bersangkutan sudah mengajukan pengunduran diri.
Adapula caleg yang sudah ditetapkan di DCT tapi diminta mundur oleh pihak perusahaan tempatnya bekerja mundur.
"Jika tidak, maka, apabila dia pekerja kontrak, kontraknya tidak akan diperpanjang. Apabila dia pekerja yang masih aktif, dia diminta cuti dengan tidak dibayarkan hak-hak tenaga kerjaannya, upahnya tidak dibayar," ujarnya.
Kemudian, kasus lainnya seperti caleg yang diancam untuk diberhentikan dari pekerjaannya jika melanjutkan proses DCT.