Megawati Beri Pernyataan Keras di HUT PDIP, Jokowi Rayakan Hubungan RI-Filipina Bersama Marcos Jr
Ketidakhadiran Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam acara HUT ke-51 PDIP dan sindiran keras Megawati menjadi sorotan. Berikut kritikan Megawati.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketidakhadiran Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam acara HUT ke-51 PDIP dan sindiran keras Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya menjadi sorotan.
Dalam pidatonya, Megawati melontarkan pernyataan keras mulai dari menyinggung pemimpin yang mabuk kekuasaan, Pemilu bukan alat elite, hukum dipermainkan, hingga kuat bukan karena presiden.
Pernyataan-pernyataan tersebut soalah ditujukan kepada Jokowi.
Selain itu, Presiden Jokowi selaku kader partai berlambang kepala banteng moncong putih tidak memberikan ucapan serta karangan bunga selamat ulang tahun kepada PDIP.
Hal tersebut seakan menunjukkan adanya kerenggangan antara Jokowi dan PDIP.
Terlebih dalam Pilpres 2024, putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang juga kader PDIP berseberangan dengan partai yang mengusungnya menjadi Wali Kota Solo karena menjadi Cawapres Prabowo Subianto.
Sementara PDIP saat ini mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai Capres-Cawapres.
Baca juga: Jokowi Kunjungi Perusahaan Indonesia yang Kuasai Pasar Filipina
Ketidakhadiran Jokowi dalam acara HUT ke-51 PDIP bukan tanpa alasan.
Presiden Jokowi diketahui melakukan kunjungan kenegaraan ke sejumlah negara di ASEAN, Selasa (9/1/2024).
Pertama Presiden Jokowi bertolak ke Filipina, kemudian ke Vietnam, lalu ke Brunei Darussalam.
"Siang hari ini saya dan delegasi terbatas akan melakukan kunker ke Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam," kata Jokowi.
Menurut Jokowi kunjungan kerjanya ke tiga negara tersebut terakhir dilakukan pada 5 tahun lalu.
Baca juga: Saat Jokowi Tak Hadiri HUT PDIP, Megawati Pamer Menteri yang Ingin Diundang: Menkeu, Menteri PUPR
Menurut Jokowi para pemimpin negara-negara tersebut yang sering berkunjung ke Indonesia
"Sudah dikunjungi oleh beliau-beliau ke Indonesia mungkin tidak sekali, dua kali, tiga kali bahkan mungkin 5 kali, baik perdana menteri maupun Presidennya," katanya.