Singgung Deterensi, Ketua Umum GMNI Sayangkan Polemik Usia Alutsista
Imanuel menyebut bahwa pada zaman Bung Karno dahulu, tak pernah ada debat alutsista bekas atau baru karena Bung Karno paham Indonesia juga butuh deter
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Imanuel Cahyadi menyampaikan pandangannya terkait isu tentang alutsista usai debat ketiga Pilpres akhir pekan lalu.
Adapun Imanuel merespons pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang mendesak calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, untuk meminta maaf karena menyebut Presiden pertama RI Soekarno memakai alutsista (alat utama sistem senjata) bekas pada masa pembebasan Irian Barat.
Menurut Hasto, Bung Karno banyak menggunakan peralatan baru saat pembebasan Irian Barat.
Imanuel menyayangkan sikap Hasto yang terburu-buru dalam menilai seseorang, tanpa memahami substansi permasalahan.
"Sayang sekali Mas Hasto sebagai Doctor lulusan Unhan (Universitas Pertahanan), menarik persoalan alutsista ini ke hal-hal yang tidak esensial, bekas atau baru salah satunya," kata dia dalam keterangannya, Minggu (14/1/2024).
Menurut Imanuel, topik tentang alutsista adalah tentang kegunaan.
"Berbicara tentang alutsista adalah soal deterensi. Baru atau bekas, selama memiliki efek deteren, tentu sah-sah saja digunakan. Apalagi, Pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan tentu sangat paham mengenai usia pakai alutsista yang digunakan oleh pasukannya. Saya menyayangkan komentar Mas Hasto yang justru mengurangi esensi deteren dari alutsista Indonesia yang dibangun hingga saat ini," ungkap Imanuel.
Imanuel menyebut bahwa pada zaman Bung Karno dahulu, tak pernah ada debat alutsista bekas atau baru karena Bung Karno paham Indonesia juga butuh deterensi sebagai strategi militer dalam mempertahankan Irian Barat pada saat itu.
"Maka yang ditonjolkan adalah kuantitas dan kualitasnya. Tahun 60-an kita sudah memiliki puluhan Mig-17 (bekas), Mig-19, Mig-21, Tu-16 made in Soviet. Belum termasuk yang diterima angkatan laut dan darat," kata Imanuel.
Menurut dia, narasi tentang alutsista Indonesia seharusnya berbicara tentang substansi pertahanan dan deterensinya. "Seperti yang dilakukan Bung Karno saat mempertahankan Irian Barat pada saat itu dengan menggunakan perpaduan alutsista baru dan bekas untuk mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI," urai Imanuel.
Imanuel berpendapat, isu terkait pengadaan alutsista Indonesia harus dalam keadaan baru (bukan bekas) belum memiliki urgensi yang mendesak dalam strategi pertahanan Indonesia.
"Dalam hal pertahanan negara, untuk menjaga kedaulatan wilayah dengan lanskap kepulauan seperti Indonesia, kita justru membutuhkan banyak sekali alutsista khususnya wilayah air dan udara. Untuk memenuhi hal tersebut, patut menjadi pertanyaan apakah dimungkinkan dengan postur anggaran kita saat ini. Belum lagi soal kendala teknis dan skala prioritas dalam penggunaan anggaran kita," terang Imanuel.
Oleh karena itu, dia mendukung langkah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam proses pengadaan alutsista Indonesia selama ini untuk menunjang strategi militer melalui pendekatan deterensi dan menganggap tak perlu berpolemik soal usia alutsista Indonesia.