3 Hal Krusial yang Berpotensi Gagalkan Wacana Koalisi Anies-Ganjar di Putaran Kedua Pilpres 2024
Wacana koalisi tersebut berpotensi terbentuk jika salah satu paslon gagal lolos ke putaran kedua Pilpres 2024.
Editor: Muhammad Zulfikar
"Saya tidak pernah loh, tidak pernah menjelekkan partai manapun, tidak pernah, ketua partai apapun. Saya berjalan sendiri membentuk partai saya yang saya hormati dan sayangi yang bernama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," tegas Megawati.
Baca juga: Cak Imin Respons Peluang Koalisi dengan Ganjar-Mahfud di Pilpres Putaran Dua
3. Akar Rumput
Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko, menanggapi wacana koalisi kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada Pilpres 2024.
Menurut Budiman, wacana koalisi antara kubu pasangan nomor urut 1 Anies-Cak Imin dan pasangan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud bisa saja terjadi di kalangan para elite.
Namun, dia ragu peleburan itu bisa terjadi di akar rumput masing-masing pasangan calon (paslon).
Alasannya, sambung Budiman, karena masyarakat pendukung masing-masing kubu memiliki asa, rasa, dan karsa yang berbeda.
"Masyarakat itu selalu punya rasa, karsa, dan asa sendiri."
"Masalahnya, jenis asa rakyat dari dua kelompok itu, (kelompok) satu dan tiga itu punya asa, rasa, dan karsa yang secara historis seperti minyak dan air."
"Saya ragu. Mungkin elitenya, iya (berkoalisi). Tapi masyarakatnya tertempa oleh nilai-nilai berbeda," ujar Budiman di lapangan parkir Artos Mall Magelang, Senin (15/1/2024), dikutip dari TribunJogja.com.
Pria berusia 53 tahun itu lantas berpendapat bahwa massa pendukung kubu Ganjar lebih memiliki kedekatan dengan massa pendukung pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Oleh sebab itu, menurut Budiman, apabila elite politik memaksakan koalisi Anies-Ganjar, rakyat justru akan meninggalkan mereka.
"Karena kita akui, massa 03 lebih dekat dengan massa 02. Jadi, kalau elitenya memaksakan 03 dengan 01 hanya untuk mengorek 02, saya yakin justru rakyat yang akan meninggalkan," jelasnya.
Lebih lanjut, Budiman menjelaskan bahwa skenario semacam itu biasanya terjadi kepada bangsa yang mengkhianati rasa, karsa, dan asa rakyatnya sendiri.
"Saya aktivis bukan cuma tukang demo tapi juga tukang baca, tukang diskusi, tukang mikir juga. Baca sejarah juga."
"Kapan saatnya elite mengkhianati asa, rasa, dan karsa pendukungnya maka dia akan mengalami kebangkrutan politik," ujar Budiman.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.